Salah satu hal yang sangat sering dibicarakan dalam sosiolinguistik adalah dialek. Secara spesifik, dialek ini dipelajari dalam salah satu disiplin ilmu yaitu dialektologi. Dialektologi mempelajari dialek-dialek. Yang dimaksud dengan dialek di sini adalah bahasa sekelompok masyarakat yang tinggal di suatu daerah tertentu. Dengan demikian, perbedaan
dialek di dalam sebuah bahasa ditentukan oleh letak geografis kelompok pemakainya. Oleh karena itu, dialek juga sering disebut dialek geografis atau dialek regional. Batas-batas alam dapat berupa sungai, gunung, laut, dll.
dialek di dalam sebuah bahasa ditentukan oleh letak geografis kelompok pemakainya. Oleh karena itu, dialek juga sering disebut dialek geografis atau dialek regional. Batas-batas alam dapat berupa sungai, gunung, laut, dll.
Berkaitan dengan dialek ini, ada satu hal yang menjadi permasalahan. Permasalahan yang dimaksud adalah dialek memiliki ciri-ciri yaitu adanya rasa saling mengerti di antara penutur. Benarkah suatu ciri-ciri dialek seperti ini? Ketika di Sinabang, penulis berkomunikasi dengan masyarakat setempat dengan menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan masyarakat tersebut berbicara dengan menggunakan bahasa Jamèe. Meskipun berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, kami tetap dapat saling memahami. Kendala yang saya alami hanya tidak dapat berbicara dengan bahasa Jamèe, begitu pula sebaliknya. Apakah bahasa Indonesia dan bahasa Jamèe merupakan dialek?
Sekarang, mari kita cermati kasus yang sama dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu di daerah perbatasan antara Belanda dan Jerman. Dalam berinteraksi, kedua penduduk yang terletak di perbatasan kedua negara ini menggunakan bahasa negara masing-masing. Artinya, penutur yang berbahasa Belanda akan berinteraksi dengan penutur yang berbahasa Jerman dengan menggunakan bahasa Belanda dan penutur berbahasa Jerman akan meresponsnya dengan bahasa Jerman. Meskipun dengan bahasa yang berbeda, mereka tetap dapat saling mengerti. Apakah kedua bahasa ini merupakan dialek karena kedua penuturnya dapat saling mengerti terhadap bahasa yang diucapkan oleh masing-masing lawan tutur?
Berkaitan dengan hal ini, Sumarsono (2007:24) menyebutkan bahwa ciri yang paling tepat untuk dialek adalah ciri sejarah dan ciri homogenitas. Yang dimaksud dengan ciri sejarah adalah adanya data dan fakta sejarah yang membuktikan bahwa sebuah bahasa ‘X’ berbeda dengan bahasa ‘Y’. Ciri homogenitas adalah adanya kesamaan unsur-unsur bahasa tertentu. Para ahli dialektologi membuktikan bahwa ‘X’ dan ‘Y’ merupakan dua bahasa, dua dialek, dua subdialek, atau hanya merupakan variasi dengan cara mencari kesamaan kosakatanya. Jika persamaan kurang dari 20 %, ‘X’ dan ‘Y’ adalah dua bahasa yang berbeda. Akan tetapi, jika kosakata yang sama 40-60%, X’ dan ‘Y’ merupakan dua dialek, dan jika mencapai 90% jelas keduanya hanya dua variasi saja dari sebuah bahasa.
Foto:http://www.inidalwa.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/bahasa.jpg
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!