2009-06-01

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

oleh: Safriandi, S.Pd.

(Mahasiswa Pascasarjana Unsyiah)

1. Pendahuluan


Setiap negara memiliki sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan yang dimiliki oleh tiap-tiap negara tersebut tentu saja berdasarkan pada dan dijiwai oleh kebudayaannya. Kebudayaan tersebut sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarnai seluruh gerak hidup suatu bangsa. Adanya sistem pendidikan nasional pada setiap negara tentu saja bertujuan untuk menjadikan warga negaranya sebagai insan yang berpendidikan dan yang sanggup berkompetisi dalam perkembangan zaman.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka juga memiliki sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini tentu saja disusun berdasarkan kebudayaan, pancasila, dan UUD 1945. Penyusunan sistem pendidikan berdasarkan kebudayaan, pancasila, dan UUD 1945 ini diharapkan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan harapan seperti yang disebutkan di atas, sistem pendidikan juga harus dibentuk semantap mungkin dan direalisasikan dalam pendidikan itu sendiri sehingga terwujudlah suatu harapan seperti yang telah disebutkan di atas.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bangsa kita telah memiliki sistem pendidikan yang baik yang dapat mewujudkan harapan seperti yang telah disebutkan di atas? Rasanya alangkah butanya kita jika mengatakan bahwa sistem pendidikan kita sangat baik. Mengapa demikian? Kiranya cukup banyak pendapat dan fakta yang membuktikan bahwa sistem pendidikan kita belum begitu baik. Berikut ini dikemukakan beberapa fakta dan pendapat yang mengatakan bahwa sistem pendidikan bangsa kita belum begitu baik.

  • Sistem pendidikan harus dirombak (anggota DPRK Lhokseumawe, Yusuf Samad).

  • Kurikulum harus direnovasi.

  • Ujian nasional merupakan akumulasi kekecewaan terhadap sistem pendidikan saat ini.

  • Sistem pendidikan masih menganut pola lama (20 tahun yang lalu).

  • Kehancuran moral saat ini merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan telah gagal melahirkan orang saleh dan berakhlak mulia.



Akan tetapi, alangkah egois dan sombongnya kita jika mengatakan bahwa sistem pendidikan bangsa kita sangat buruk. Mengapa dikatakan demikian? Jika kita mengatakan demikian, itu tandanya kita tidak apresiatif terhadap usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita untuk tidak menghujat sistem pendidikan bangsa kita dan tidak membanggakan diri dengan sistem pendidikan kita yang konon katanya sudah dianggap baik. Paling tidak, hal yang perlu kita lakukan adalah melakukan pembaharuan-pembaharuan untuk menjadikan sistem pendidikan lebih baik di masa yang akan datang.

Untuk apa pembaharuan terhadap sistem pendidikan dilakukan? Pembaharuan sistem pendidikan perlu dilakukan untuk memperbaharui, visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah.

Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:

1)      mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,

2)      membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai dengan akhir hayat dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar,

3)      meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan sebagai pusat untuk mengopimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral,

4)      meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global,

5)      membedakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  1. Sistem Pendidikan Nasional

Bagaimanakah sebenarnya sistem pendidikan nasional bangsa kita? Jawaban ini sebenarnya langsung dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam undang-undang inilah kita sebenarnya dapat langsung melihat bagaimana sistem pendidikan bangsa kita.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bangsa kita yang yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya pernah mengalami perubahan-perubahan. Pertama-tama, di Indonesia, pernah berlaku UU Sisdiknas no. 2 tahun 1989. Akan tetapi, undang-undang ini dipandang tidak memadai lagi dan perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat UUD 1945 serta tuntutan dari masyarakat untuk melakukan perubahan sistem pendidikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada tanggal 8 Juli 2003 disahkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Di dalam undang-undang ini terdapat pembaharuan-pembaharuan terhadap UU Sisdiknas nomor 2 tahun 1989. Pembaharuan yang dimaksud berupa pembaharuan kurikulum, penyusunan standar pendanaan pendidikan, penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

Dalam makalah ini dibahas masalah UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 secara umum. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan UU Sisdiknas nomor 2 tahun 1989 juga dibahas. Hal ini dilakukan sebagai bahan perbandingan UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.

  1. UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003

3.1  Ketentuan Umum (pasal 1)

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan

  1. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara,

  2. pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman,

  3. sistem pendidikan nasional adalah kesuluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,

  4. peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu,

  5. tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan,

  6. pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebaga guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisi dalam menyelenggarakan pendidikan,

  7. jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan peserta diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan,

  8. ….

3.2  Kurikulum

Dalam UU Sisdiknas juga diatur masalah kurikulum. Masalah ini diatur dalam bab X pasal 36. Yang disebutkan dalam bab kurikulum adalah sebagai berikut.

  1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

  2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik,

  3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan

      peningkatan iman dan takwa

      peningkatan akhlak mulia,

      peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik,

      keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja,

      perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,

      agama,

      dinamika perkembangan global,

      persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Selanjutnya, dalam pasal 37 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar wajib memuat

  1. pendidikan agama,

  2. bahasa,

  3. matematika,

  4. ilmu pengetahuan alam,

  5. ilmu pengetahuan sosial,

  6. seni dan budaya,

  7. pendidikan jasmani dan olahraga,

  8. keterampilan/kejuruan

  9. muatan lokal

Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat

  1. pendidikan agama,

  2. pendidikan kewarganegaraan,

  3. bahasa

Melalui bab X pasal 36 dan 37 ini salah satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa dalam sebuah kurikulum, pendidik dibenarkan untuk mengambil bahan pembelajaran yang bernuansa lokal yang sesuai dengan kekhasan potensi daerah.

3.3  Penyusunan Standar Pendanaan Pendidikan

Berkaitan dengan pendanaan pendidikan, undang-undang ini menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Disebutkan juga bahwa dana pendidikan dikelola berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Bagaimanakah pengalokasian dana pendidikan? Pengalokasian dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan, dialokasikan minimal 20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD. Adapun gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah dialokasikan dalam APBN.

3.4  Penghapusan Diskriminasi antara Pendidikan yang Dikelola Pemerintah dan Masyarakat

  1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

  2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

  3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan/sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.



  1. Upaya Pembaharuab Sistem Pendidikan Nasional

Sistem pendidikan selalu menghadapi tantangan baru. Hal ini terjadi karena masyarakat dari waktu ke waktu selalu mengalami kemajuan yang selanjutnya menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan masyarakat, sistem pendidikan tentu saja harus diperbaharui dengan cara menyempurnakan sistemnya. Sejak pelita II, sejak adanya tuntutan pembangunan dan pengaruh perkembangan iptek, terutama ilmu pengetahuan perilaku (behavioral science), dunia pendidikan di tanah air kita mulai melakukan penyempurnaan-penyempurnaan. Pengaruh ilmu perilaku itu sangat terasa, misalnya saat adanya kurikulum 1975/1976 yang memanfaatkan teori taksonomi tingkah laku dari Bloom dalam merumuskan tujuan pendidikan. Ternyata penyempurnaan tidak hanya terjadi pada segi-segi yang berkaitan dengan belajar mengajar, tetapi juga pada hal-hal yang bersifat mendasar, yaitu landasan pendidikan.

Menurut Tirtaraharja dan Sulo (2005:289), upaya pembaharuan sistem pendidikan yang dimulai dari pelita II sampai dengan awal pelita VI selama hampir satu periode pembangunan jangka panjang meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan.

  1. Pembaharuan Landasan Yuridis

Suatu pembaharuan pendidikan yang sangat mendasar adalah pembaharuan yang tertuju pada landasan yuridisnya. Hal ini terjadi karena pembaharuan landasan yuridis berhubungan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan sangat prinsipil. Dikatakan demikian karena landasan yuridis itu mendasari semua kegiatan pelaksanaan pendidikan dan hal-hal yang penting, seperti komponen struktur pendidikan, kurikulum, pengelolaan, pengawasan, dan ketenagaan.

Sejak kemerdekaan sampai dengan menjelang memasuki tahun 2003, telah terjadi pembaharuan landasan yuridis tentang sistem pendidikan yang cukup penting. Landasan yuridis tentang sistem pendidikan yang pertama sekali muncul adalah Undang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali sebagai Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954. Setelah undang-undang ini dipakai selama 20 tahun atau sekitar empat pelita, orang-orang mulai merasakan bahwa undang-undang ini kurang sesuai untuk penyelenggaraan pendidikan. Walaupun merasakan adanya kekurangan yang dimiliki oleh undang-undang pendidikan ini, rakyat Indonesia masih tetap menggunakannya. Hal ini terus berlangsung selama 35 tahun.

Namun, pada bulan Mei 1989 barulah berhasil dirumuskan Undang-Undang pendidikan yang lain, yaitu UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Jika dibandingkan dengan UU RI No. 12 Tahun 1954 yang hanya mengatur pendidikan persekolahan, dapat dikatakan bahwa UU RI No. 2 Tahun 1989 itu telah mengalami penyempurnaan dalam banyak hal.

  1. Isi UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional lebih komprehensif. Artinya, undang-undang ini mengatur masalah jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

  2. Sifat UU RI No. 2 Tahun 1989 lebih fleksibel.

  3. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur, tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang bersifat memaksa.

  4. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 memperhatikan prospek masa depan.

Meskipun undang-undang ini memiliki berbagai kelebihan, tetap saja kelebihan diikuti oleh berbagai kekurangan. Oleh karena itu, pada tanggal 8 Juli 2003 disahkanlah UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional oleh Megawati Soekarno Putri yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Undang-undang ini tentu saja merupakan pembaharuan terhadap undang-undang sebelumnya.

  1. Pembaharuan Kurikulum

Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaharuan kurikulum yaitu yang sifatnya mempertahankan dan yang sifatnya mengubah. Arah pembaharuan kurikulum yang sifatnya mempertahankan adalah landasan filosofis yaitu falsafah bangsa Indonesia yang berupa pancasila dan UUD 1945 dan landasan historis. Adapun arah pembaharuan kurikulum yang sifatnya mengubah adalah landasan sosial dan landasan psikologis.

Pendidikan Indonesia telah mengalami cukup banyak sekali pembaharuan kurikulum. Di Indonesia pernah berlaku kurikulum 1968. Akan tetapi, kurikulum tersebut orientasinya adalah bahan pelajaran. Kurikulum yang berorientasi kepada bahan pelajaran ini dianggap belum sempurna. Akibatnya disusunlah kurikulum 1975/1976 yang berorientasi kepada tujuan. Selama 10 tahun pemakaiannya, kurikulum ini ternyata tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan sehingga perlu dilakukan penyempurnaan kembali. Upaya penyempurnaan melahirkan kurikulum 1984 yang lebih berorientasi kepada proses. Walaupun lebih berorientasi kepada proses, kurikulum ini masih juga berorientasi kepada hasil. Beberapa tahun kemudian muncul lagi kurikulum 1994. Setelah sekian lama bertahan, kurikulum ini kembali diperbaharui yaitu dengan muncul KBK 2004. Kurikulum ini memiliki perbedaan-perbedaan dengan kurikulum 1994. Adapun perbedaannya dirincikan sebagai berikut.




















































No.
Kurikulum 1994


Kurikulum 2004

1.

menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan yang menekankan pada isi atau materi berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuanmenggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat
2.standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi setiap peserta didikstandar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya
3.berbasis konten (transfer of knowledge)berbasis kompetensi
4.pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasipengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi
5.Materi yang diajarkan seringkali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.Sekolah diberikan kesempatan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta  didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6.Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas.Guru merupakan fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan kelas untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik.
7.Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan seperti latihan mengerjakan soal.Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
8.Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di ruang kelas.Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjalinnya kerja sama antara sekolah, masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik.
9.evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didikevaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar

(Mulyasa, 2003:166-167)

  1. Pembaharuan Tenaga Kependidikan dan  Pendidik

Di samping pembaharuan landasan yuridis dan kurikulum, pengembangan sistem pendidikan naional juga menyentuh pembaharuan komponen lain yaitu tenaga kependidikan. Yang dimaksud dengan tenaga kependidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebaga guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pembaharuan tenaga kependidikan dan pendidik sangat penting karena pembaharuan pada komponen-komponen lain tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga pelaksana yang berkompeten tidak akan ada artinya.







  1. Struktur Pendidikan

Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.

Dalam praktiknya, perkembangan pola struktur tidak dapat dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda, misalnya, sekolah anak-anak belum dianggap sebagi suatu kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah adalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk school) 3 tahun. Dalam hal demikian, sekolah desa tidak berfungsi sebagai pendidikaan dasar kepada setiap warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan, tetapi sekadar untuk konsumsi politik etis dan mempersiapkan tenaga buruh yang sekadar dapat membaca dan menulis guna melancarkan roda pemerintahan penjajah.

Sejak zaman  penjajahan, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi, tetapi adanya segresi pendidikan sangat dirasakan. Saat itu dikenal apa yang disebut three tract system yaitu pemilihan pendidikan untuk 3 macam golongan: untuk rakyat jelata, golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan untuk golongan bangsa Belanda, Eropa, dan Timur Asing. Sejak zaman kemerdekaan, pemilahan seperti itu tidak ada lagi. Semua sistem pendidikan yang ada disediakan untuk melayani semua anggota masyarakat. Beberapa tahun kemudian sesudah kita merdeka, jenis pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tinggi kemudian pula pendidikan nonformal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena beberapa penyebab. Pertama, karena aspirasi berpendidikan dari orang tua dan angkatan muda semakin meningkat. Kedua, semakin berkembangnya jenis pekerjaan di masyarakat dan sejumlah di antaranya mengalami peningkatan kualitas hingga menuntut persyaratan kerja yang lebih andal. Banyak jenis pekerjaan baru yang bermunculan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebagai akibatnya timbullah kebutuhan beraneka ragam tenaga kerja yang harus dipersiapkan melalui berbagai pendidikan kejuruan tingkat menengah atas dan berbagai fakultas atau program studi pada perguruan tinggi. Begitu pula melalui pendidikan nonformal.

Terjadi perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut antara lain: pendidikan guru pada zaman penjajahan Belanda dikenal apa yang disebut CVO (Cursus Voor Voolks-Onderwijs) dengan lama studi 2 tahun sesudah Sekolah Rakyat (SR) 5 tahun, Normal School yang lama studinya 4 tahun sesudah SR 5 tahun, setara dengan SGB (Sekolah Guru Bawah).

      Hogere Kwek School (HS) atau Hogere Inlandsche Kweek School (HIK) setara dengan SGA (Sekolah Guru Atas)

      Kemudian, karena tamatan SPG (nama baru dari SGA) dipandang tidak layak mengajar di SD, pada tahun 1990 SPG dihapus dan diganti dengan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) yang setara dengan D2, bertaraf akademis dengan masa studi 2 tahun. Untuk mengajar SLTP dan SLTA sejak tahun 1954 dipersiapkan PTPG (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah menjadi FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dengan lama studinya 3 tahun (sarjana muda) tambah 2 tahun (sarjana lengkap).

      Pada tahun 1970-an, LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang sebelumnya lama studinya 5 tahun diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan strata satu (S1). Bersamaan dengan itu, lahrlah program S2 atau magister dan program S3 atau program doktor.

      Untuk mengatasi kekurangan tenaga kependidikan pada SD dan sekolah menengah dalam waktu relatif singkat pada tahun 1980-an, dibukalah program multi-exit entry system (program keluar masuk berkesinambungan) dalam bentuk program diploma. Di samping itu, juga ada program akta mengajar III, IV, dan V diperuntukkan bagi alumni universitas yang ingin menjadi guru dengan dibekali paket pendidikan (Tirtarahardja dan La Sulo, 2005:314-316).

  1. Kesimpulan

Sistem pendidikan dimiliki oleh semua negara. Sistem pendidikan ini disusun berdasarkan berbagai landasan yang sesuai dengan tiap-tiap negara. Sistem pendidikan harus terus menerus diperbaharui. Pembaharuan dilakukan karena disesuaikan dengan perkembangan kehidupan manusia. Jika pembaharuan terhadap sistem pendidikan tidak dilakukan, tentu akan terjadi berbagai ketimpangan dalam pelaksanaan pendidikan, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah.

Indonesia sendiri telah mengalami beberapa kali pembaharuan sistem pendidikan, baik dalam bentuk pembaharuan landasan yuridis, pembaharuan kurikulum, pembaharuan tenaga kependidikan, maupun pembaharuan struktur pendidikan.

Berkaitan dengan pembaharuan landasan yuridis, Indonesia pernah beberapa kali memperbaharui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasionalnya. Undang-Undang-Undang Sistem Pendidikan yang dimaksud  adalah UU RI No. 12 Tahun 1954, UU RI No. 2 Tahun 1989, UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Pembaharuan sistem pendidikan perlu dilakukan untuk mencapai pendidikan Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang.







Daftar Bacaan

Bahan Kuliah Program Penyetaraan D III Guru SLTP. Tanpa Tahun.

Tirtaraharja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional.

Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakterisrik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya.

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!