Cut Nyak Dhien (() |
Ia juga menjadi makanan raja-raja di Mandailing ketika menjamu tamu-tamunya.
Dalam bahasa Aceh ikan ini disebut eungkôt kreuling. Eungkôt kreuling terdapat hampir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di Aceh, seperti Nagan Raya dan Lamno. Ikan ini boleh dikatakan sebagai ikan yang sangat sulit didapatkan dan memiliki citarasa yang lezat. Karena lezat dan sulitnya ikan ini didapat, tak heran jika eungkôt kreuling banyak diminati masyarakat.
Selain itu, karena kesulitan mendapatkannya, ikan ini dijual dengan harga yang tinggi. Di Nagan Raya, harga eungkôt kreuling berkisar antara Rp 100 ribu sampai dengan Rp 400 ribu/ekor. Jika ikan ini sudah di-salè, harganya sekitar Rp 90 ribu/kilogram. Boleh dikatakan bahwa secara ekonomi, pendapatan masyarakat sangat terbantu dengan adanya eungkôt kreuling ini.
Eungkôt kreuling dapat dijadikan santapan keluarga. Ia digoreng atau dibuat gulai. Meskipun demikian, banyak masyarakat di Aceh, seperti di Nagan Raya dan Blang Pidie, lebih memilih menjadikan eungkôt kreuling sebagai gulai dengan nama gulèe eungkôt kreuling. Disebut demikian karena memang bahan utama gulai ini adalah eungkôt kreuling. Gulèe eungkôt kreuling merupakan gulèe asam keu-eung karena bahannya lebih banyak menggunakan asam dan cabe.
Cara membuat gulai ini pun juga sangat mudah. Menurut Suriati, yang tinggal di Blang Pidie, gulèe eungkôt kreuling dapat dibuat dengan bahannya adalah sebagai berikut. Ikan kerling yang dipotong-potong tanpa dibuang sisiknya, jeruk nipis secukupnya, cabe rawit 7 biji, cabe merah 3 biji, bawang merah 2 siung, asam sunti 5 buah, jahe, kunyit secukupnya, sere, daun jeruk (ôn krut), garam, belimbing sayur, bumbu dihaluskan (bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah, jahe, dan kunyit).
Bahan-bahan itu kemudian dibuat dengan cara berikut. Ikan dibersihkan, kemudian dilumuri garam dan diberikan jeruk nipis. Setelah itu, diletakkan dalam kuali, dicampurkan dengan bahan dan bumbu yang dihaluskan, Tambahkan sedikit bawang merah yang telah dicincang. Hidupkan kompor agar bumbu meresap ke dalam ikan, lalu ditambahkan air secukupnya dan dimasak hingga matang. Akhirnya, jadilah gulèe eungkôt kreuling yang siap disantap.
Dalam kehidupan masyarakat Aceh, gulèe eungkôt kreuling bukanlah menu baru. Diperkirakan gulai ini sudah ada sejak zaman endatu. Jika dikaitkan dengan catatan sejarah, Cut Nyak Dhien adalah salah seorang perempuan Aceh, kelahiran Lampadang, Aceh Besar, yang suka dengan gulai ini. Kesukaan beliau terhadap gulai ini tentu saja karena kelezatan ikan kerling. Rasa suka Cut Nyak terhadap gulèe eungkôt kreuling ini dapat diketahui ketika sang pahlawan Aceh inibertemu dengan Habib Meulaboh di rumah Habib di Meulaboh sekitar tahun 1900. Saat itu, Habib sudah menyediakan gulèe eungkôt kreuling untuk menyambut kedatangan Cut Nyak yang diam-diam agar tak diketahui Belanda. “Ka lôn peusiap gulèe kesukaan Cut Nyak, gulèe eungkôt kreuling”. Begitulah yang diucapkan sang Habib.
Terlepas dari sejak kapan gulèe eungkôt kreuling dikenal masyarakat, yang jelas, gulai ini merupakan gulai kesukaan sebagian orang Aceh. Mari berbuka puasa dengan gulèe eungkôt kreuling.
(theatjehpost.com, 28 Juli 2012)
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!