2012-09-12

Waréh II

oleh Safriandi

(The Atjeh Times Edisi 15, 10-16 September 2012)

Dalam bahasa Aceh terdapat banyak istilah kekerabatan  seperti yang berkaitan dengan biek ‘keturunan’.

Kata kekerabatan yang berkaitan dengan biek di antaranya adalah cutbang, polém ‘abang tertua’, cut teungöh ‘abang atau kakak yang di tengah’, lémcut, bangcut ‘abang yang termuda’, cuti ‘kakak yang termuda’, cupo, cuda ‘kakak yang tua’, nèk, ayahnèk, chik ‘kakek’, nèk, michik ‘nenek’, nèkwa ‘abang nenek’, nèkcut ‘adik nenek’, nèktu ‘nenek mamak, nenek bapak’.

Selain itu, ada pula istilah cucu, cicit, anak cicit, cucu cicit, dan cicit cicit. Cucu secara sederhana dapat diartikan se­bagai ‘anak dari anak atau generasi ketiga’. Dalam bahasa Aceh, kata yang merujuk pada pengertian itu adalah cuco. Selanjutnya, anak dari cucu disebut cicit dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Aceh, cicit disebut cöt.

Setelah cicit, ada istilah anak cicit yang disebut dengan piut dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Aceh, anak cicit atau piut disebut cah. Setelah anak cicit, terdapat istilah cucu cicit yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah anggas. Anggas atau cucu cicit dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah cong. Setelah cucu cicit, terdapat pula istilah cicit-cicit. Dalam bahasa Aceh, cicit-cicit, disebut dengan istilah cah cong.

Jika uraian di atas disimpulkan, hierarki waréh yang berkaitan dengan cucu, cicit, anak cicit, cucu cicit, dan cicit cicit dalam bahasa Aceh adalah aneuk------>cuco------>cöt------>cah------>cong------>cah cong.

Selain istilah kekerabatan yang berkaitan dengan biek, dalam bahasa Aceh juga ada istilah kekerabatan yang berkaitan dengan pernikahan, di antaranya ada istilah parui. Parui berarti ‘saudara suami, saudara istri. Adapula istilah bisan ‘besan’, meulintèe ‘menantu’, balèe ‘duda, janda’, labah ‘tidak terikat dengan anak, suami, atau istri’ []

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!