2012-11-07

Suloh

SAFRIANDI A. ROSMANUDDIN

(The Atjeh Times, 5 s.d. 11 November 2012)

Seperti kata adat meulangga, kata suloh juga hampir tak digunakan lagi dalam tuturan masyarakat Aceh. Kosakata bahasa Aceh ini berasal dari bahasa Arab, yaitu al-Shulh. Karena diserap dari bahasa Arab, arti suloh dalam bahasa Aceh tidak jauh berbeda dengan bahasa asalnya, yaitu perjanjian atau perdamaian.

Suloh dapat dilekatkan dengan peu- atau meu- sehingga menjadi peusuloh ‘mendamaikan’ atau meusuloh ‘berdamai’. Kedua kata ini dapat digunakan dalam kali­mat, misalnya Buet nyoe ka geu-peusuloh atau Awaknyan dua ka ji-meusuloh.

Dibandingkan dengan peusuloh atau meusuloh, sekarang kata peudamèe atau meudamèe lebih sering digunakan. Anda dapat melihat kenyataan ini dalam kehidupan sehari-hari. Jika ada orang yang bertengkar atau berselisih paham, kata yang akan digunakan untuk membuat mereka berbaikan kembali adalah peudamèe atau meudamèe, bukan peusuloh atau meusuloh.

Zaman dulu suloh merupakan salah satu bagian dari budaya Aceh selain diyat dan sayam. Suloh diberlakukan bagi orang yang melakukan tindak pidana terhadap orang lain, baik berupa perusakan anggota badan maupun tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain. Sederhananya dapat dikatakan, suloh adalah upaya mendamaikan pelaku pidana dan pihak korban dalam kasus penghilangan jiwa atau anggota tubuh.

Kegiatan suloh dilakukan tanpa campur tangan penguasa, tetapi dengan bantuan kawôm-nya (sanak terdekat). Melalui perantaraan kawôm, pihak yang saling berseteru diharapkan dapat meusuloh kembali. Upaya meusuloh diharap dapat menciptakan persaudaraan yang kuat antara pelaku dan korban; membangun sikap yang tulus, ikhlas, dan persaudaraan yang kuat antara para pihak yang terlibat dalam suatu kasus pidana (Kurdi, 2005).

Hasil dari kegiatan suloh biasanya korban akan dinyatakan sebagai ‘saudara subut’ atau ‘aneuk seubôt’ oleh pelaku pidana dan menjadi bagian dari anggota keluarga pelaku pidana. Yang dimaksud dengan saudara subut ‘seubôt’ adalah ‘seolah-olah seperti saudara kandung’. Kata ini berasal dari bahasa Arab itsbat ‘penetapan’.

Hasil dari kegiatan suloh terkadang juga berupa dinikahkannya pihak korban dan pelaku pidana dengan harapan keduanya saling ber-aishiteru. Ini tentu saja berlaku bagi pihak korban perempuan dan pelaku pidana laki-laki. Pernikahan ini bukan dilakukan dengan paksaan, melainkan dengan persetujuan kedua belah pihak.

Mari ber-suloh ria![]

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!