Dalam praktik berbahasa dewasa ini, orang tentu tak asing lagi dengan
kata hipotesa, yang pemakaiannya
cukup bersaing dengan hipotesis. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka disebutkan bahwa kedua kata itu
dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau
pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb.) meskipun kebenarannya masih
harus
dibuktikan. Selain itu, kata ini dapat pula disamakan dengan anggapan dasar.
Meski kedua kata yang disebutkan di atas memiliki kesamaan makna, hingga
kini masih diperdebatkan bentuk manakah yang benar, apakah hipotesa atau hipotesis?
Untuk menjawab pertanyaan ini, J.S. Badudu, seorang ahli bahasa, dalam bukunya Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II
menyebutkan bahwa hanya kata hipotesis yang
benar pemakaiannya, bukan hipotesa.
Hal ini dapat dilihat dari sejarah awal pemunculan kedua kata itu.
Menurut Badudu, hipotesa
dipungut dari bahasa Belanda, yaitu hypotese.
Karena dalam bahasa Indonesia asli (bahas Melayu) tidak terdapat kata yang
berakhir dengan bunyi /e/, bunyi tersebut diganti dengan bunyi /a/ sehingga
terbentuklah kata hipotesa.
Balai Bahasa, yang ketika itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, yang “mengurus” bahasa dan pekerjaannya antara lain membentuk istilah,
menetapkan 1) sebaiknya dalam membentuk
istilah yang diambil dari kata bahasa asing harus didahulukan bahasa Inggris
karena bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di
Indonesia; 2) sebaiknya dalam
mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam
bahasa Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat kepada
ejaan bahasa asalnya, artinya, yang diganti hanyalah yang perlu saja.
Untuk menjelaskan dua penetapan itu, Badudu mengambil contoh kata systeem (bahasa Belanda) dan system (bahasa Inggris). Menurutnya,
dahulu sebelum kata sistem digunakan,
kata Indonesianya adalah sistim
karena diindonesiakan dari bahasa Belanda, systeem.
Bunyi teem dekat pada bunyi tim sehingga kata itu menjadi tim. Namun, karena kata dari bahasa
Belanda itu ditinggalkan, lalu mengacu pada bahasa Inggris, kata system-lah yang dipakai dan
diindonesiakan menjadi sistem. Jadi, dalam
praktik berbahasa, sistem-lah yang
benar, bukan sistim.
Alasan yang sama juga berlaku pada kata hipotesa dan hipotesis. Hipotesa lebih dulu dipakai daripada hipotesis karena dulu penyerapan kata
pungutan dari bahasa asing berpedoman pada bahasa Belanda. Akan tetapi,
penyerapan kata dari bahasa Belanda lambat laun ditinggalkan, lalu beralih ke
bahasa Inggris. Kata hipotesa seperti
yang dimaksudkan dalam bahasa Belanda itu, ditulis dengan hypothesis dalam bahasa Inggris. Setelah diserap dalam bahasa
Indonesia dan disesuaikan ejaannya, kata bahasa Inggris itu menjadi hipotesis.
Dengan merujuk pada penjelasan di atas, dapat dibuhul bahwa antara hipotesa dan hipotesis hanya hipotesis
yang benar karena bahasa Indonesia lebih mendahulukan bahasa Inggris daripada
bahasa Belanda dalam pemungutan kosakata dari bahasa asing.
Kasus dan penjelasan yang sama juga berlaku untuk analisa dan analisis. Di
antara kedua kata ini, bentuk yang baku adalah analisis karena bahasa Indonesia menyerap dari bahasa Inggris,
bukan dari bahasa Belanda.
Mengapa harus mengacu kepada bahasa Inggris, bukan bahasa Belanda?
Berkaitan dengan hal ini, Badudu menjelaskan bahwa pengacuan kepada bahasa
Inggris didasarkan pada pendirian bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang
sifatnya internasional dan dekat kepada generasi sekarang ataupun yang akan
datang. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa bahasa Belanda tidak lagi dikenal
oleh generasi muda dan agar pembentukan bahasa Indonesia itu tidak bersifat
mendua, lebih baik cukup berpedoman pada satu bahasa saja, yaitu bahasa
Inggris.
Pendirian seperti itu, menurut Badudu, tidak selalu bertaat asas secara
ketat sebab pada kenyataannya banyak kata yang berasal dari bahasa Belanda
tidak diubah lagi karena kata-kata itu sudah melembaga dalam bahasa Indonesia.
Hanya sebagian kecil saja yang diubah.[]
sumber foto: https://imadesudiana.files.wordpress.com/2008/12/di-betul.jpg?w=604
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!