Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai macam watak. Meski ôk sama itam, pikiran hana sama.
Seandainya dalam sebuah rumah dihuni oleh lima orang, tentulah ada lima watak.
Begitu pula bila ada sembilan orang dalam rumah itu, dapat dipastikan ada
sembilan watak yang meudarah gapah
dalam diri pemiliknya. Intinya adalah watak dimiliki oleh setiap pribadi
manusia dan tertambat kuat di dalamnya.
Watak merupakan sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan
tingkah laku. Watak boleh dikatakan bersinonim dengan
budi pekerti atau tabiat.
Orang yang berwatak berarti orang yang berkepribadian tertentu, orang yang
mewataki berarti orang yang memberi watak, dan perwatakan berarti hal-hal yang
berhubungan dengan watak. Begitulah Kamus
Besar Bahasa Indonesia membuhulnya.
Sebagian orang Aceh sering menggunakan kata peurangui untuk mewakili kata watak
dalam bahasa Indonesia. Ada pula yang melafalkan peurangeui, prangeui, dan p(eu)rangoe.
Terlepas dari perbedaan pelafalan itu, yang pasti tetap mengacu pada kata watak dalam bahasa Indonesia. Ini
berarti segala tingkah laku, perbuatan, dan tindak-tanduk yang dilakukan
manusia di atas permukaan bumi ini dapat disebut sebagai peurangui, peurangeui, prangeui, dan p(eu)rangoe.
Peurangui ada yang baik, serta
ada pula yang tidak. Seseorang yang berakhlak mulia berarti ureung nyang get peurangui, dan tentu
saja sebaik-baik peurangui adalah meupeurangui miseu nabi geutanyoe, Nabi
Muhammad. Janganlah geutanyoe meupeurangui miseu peurangui Yahudi atawa
peurangui kaphé. Jangan pula geutanyoe
meupeurangui lagèe peurangui iblih.
Ku’èh merupakan salah satu peurangui yang tidak baik. Banyak orang
antipati dengan peurangui itu meski
mungkin yang tak suka itu juga mengidap “penyakit” ku’èh. Ku’èh boleh
dikatakan sebagai peurangui yang
bukan hanya merugikan dirinya sendiri, melainkan juga orang lain yang di-ku‘èh-kan. Maka, sebelum peurangui itu menjadi bumerang baginya,
janganlah peuku’èh droe atau meuku’èh.
Bila diselisik dengan saksama, peurangui
hampir sama bentuk katanya dengan perangai
dalam bahasa Indonesia (bila tak ingin dikatakan sama). Bedanya hanya pada penyesuaian
pelafalan, mengikuti “lidah” orang Aceh. Lantas, yang menjadi pertanyaan adalah
apakah bahasa Aceh menyerap dari bahasa Indonesia kata peurangui itu, ataukah bahasa Indonesia yang menyerap dari bahasa
Aceh kata perangai itu. Jadi, bahasa
mana yang lebih dulu menyerap? Semua itu tampaknya samar-samar. Perlu kajian
intensif tentang itu.
Saya menduga, peurangui ini
diambil dari bahasa Indonesia, lalu disesuaikan pelafalannya. Bisa jadi,
penyesuaian ini disebabkan oleh sebagian generasi muda yang tidak tahu kosakata
asli untuk kata perangai dalam bahasa
Aceh. Namun, sekali lagi saya katakan bahwa ini hanya dugaan saya.
Lantas, bila menyinggung kosakata asli, apakah bahasa Aceh memiliki
kosakata itu? Jawabannya tentu saja ada. Kata yang saya maksud adalah akai.
Akai sah-sah saja bila
dipadankan dengan kata akal dalam
bahasa Indonesia. Namun, tak hanya itu, akai
juga mencakup kecakapan, daya upaya, usaha, watak, sifat. Ini
berati, bila dibandingkan dengan peurangui,
pemakaian kata akai dapat meliputi
berbagai hal, bukan hanya seputar segala tingkah laku, perbuatan, dan
tindak-tanduk yang dilakukan manusia.
Akai dapat digunakan untuk
menyatakan kecakapan seseorang, misalnya Jih ureung paneuk,tapi panyang akai. Orang yang panyang akai mampu atau cakap dalam
segala hal. Ia mampu memikirkan segala sesuatu yang tidak mampu/tidak cakap
dipikirkan oleh ureung-ureung nyang
paneuk akai.
Lain lagi dengan akai yang
berarti daya upaya. Akai jenis ini
dapat dipakai dalam kalimat seperti Ka
abéh akai lôn bantu kah. Lalu, akai yang
bermakna watak atau perangai dapat digunakan dalam kalimat
seperti Biet-biet akai kah lagèe akai
jén.
Akhirnya, selain makna-makna akai
yang disebutkan di atas, kata tersebut ternyata juga dapat digunakan untuk
menyatakan sudah dewasa atau belumnya seseorang, misalnya dalam kalimat Aneuk nyan gohlom peunoh akai (Anak itu
belum dewasa).
Maka, berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dibuhul bahwa untuk
menyatakan watak, bahasa Aceh
memiliki dua kata, yaitu peurangui
dan akai. Meski demikian, akai cakupan pemakaiannya jauh lebih
luas tinimbang peurangui. []
sumber foto: http://www.troll.me/images/pissed-off-obama/aku-perhati-je-perangai-kau.jpg
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!