2015-10-07

Peurangui

Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai macam watak. Meski ôk sama itam, pikiran hana sama. Seandainya dalam sebuah rumah dihuni oleh lima orang, tentulah ada lima watak. Begitu pula bila ada sembilan orang dalam rumah itu, dapat dipastikan ada sembilan watak yang meudarah gapah dalam diri pemiliknya. Intinya adalah watak dimiliki oleh setiap pribadi manusia dan tertambat kuat di dalamnya.

Watak merupakan sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku. Watak boleh dikatakan bersinonim dengan
budi pekerti atau tabiat. Orang yang berwatak berarti orang yang berkepribadian tertentu, orang yang mewataki berarti orang yang memberi watak, dan perwatakan berarti hal-hal yang berhubungan dengan watak. Begitulah Kamus Besar Bahasa Indonesia membuhulnya.

Sebagian orang Aceh sering menggunakan kata peurangui untuk mewakili kata watak dalam bahasa Indonesia. Ada pula yang melafalkan peurangeui, prangeui, dan p(eu)rangoe. Terlepas dari perbedaan pelafalan itu, yang pasti tetap mengacu pada kata watak dalam bahasa Indonesia. Ini berarti segala tingkah laku, perbuatan, dan tindak-tanduk yang dilakukan manusia di atas permukaan bumi ini dapat disebut sebagai peurangui, peurangeui, prangeui, dan p(eu)rangoe.

Peurangui ada yang baik, serta ada pula yang tidak. Seseorang yang berakhlak mulia berarti ureung nyang get peurangui, dan tentu saja sebaik-baik peurangui adalah meupeurangui miseu nabi geutanyoe, Nabi Muhammad. Janganlah geutanyoe meupeurangui miseu peurangui Yahudi atawa peurangui kaphé. Jangan pula geutanyoe meupeurangui lagèe peurangui iblih.

Ku’èh merupakan salah satu peurangui yang tidak baik. Banyak orang antipati dengan peurangui itu meski mungkin yang tak suka itu juga mengidap “penyakit” ku’èh. Ku’èh boleh dikatakan sebagai peurangui yang bukan hanya merugikan dirinya sendiri, melainkan juga orang lain yang di-ku‘èh-kan. Maka, sebelum peurangui itu menjadi bumerang baginya, janganlah peuku’èh droe atau meuku’èh.

Bila diselisik dengan saksama, peurangui hampir sama bentuk katanya dengan perangai dalam bahasa Indonesia (bila tak ingin dikatakan sama). Bedanya hanya pada penyesuaian pelafalan, mengikuti “lidah” orang Aceh. Lantas, yang menjadi pertanyaan adalah apakah bahasa Aceh menyerap dari bahasa Indonesia kata peurangui itu, ataukah bahasa Indonesia yang menyerap dari bahasa Aceh kata perangai itu. Jadi, bahasa mana yang lebih dulu menyerap? Semua itu tampaknya samar-samar. Perlu kajian intensif tentang itu.

Saya menduga, peurangui ini diambil dari bahasa Indonesia, lalu disesuaikan pelafalannya. Bisa jadi, penyesuaian ini disebabkan oleh sebagian generasi muda yang tidak tahu kosakata asli untuk kata perangai dalam bahasa Aceh. Namun, sekali lagi saya katakan bahwa ini hanya dugaan saya.
Lantas, bila menyinggung kosakata asli, apakah bahasa Aceh memiliki kosakata itu? Jawabannya tentu saja ada. Kata yang saya maksud adalah akai.

Akai sah-sah saja bila dipadankan dengan kata akal dalam bahasa Indonesia. Namun, tak hanya itu, akai juga mencakup kecakapan, daya upaya, usaha, watak, sifat. Ini berati, bila dibandingkan dengan peurangui, pemakaian kata akai dapat meliputi berbagai hal, bukan hanya seputar segala tingkah laku, perbuatan, dan tindak-tanduk yang dilakukan manusia.

Akai dapat digunakan untuk menyatakan kecakapan seseorang, misalnya Jih ureung paneuk,tapi panyang akai. Orang yang panyang akai mampu atau cakap dalam segala hal. Ia mampu memikirkan segala sesuatu yang tidak mampu/tidak cakap dipikirkan oleh ureung-ureung nyang paneuk akai.
Lain lagi dengan akai yang berarti daya upaya. Akai jenis ini dapat dipakai dalam kalimat seperti Ka abéh akai lôn bantu kah. Lalu, akai yang bermakna watak atau perangai dapat digunakan dalam kalimat seperti Biet-biet akai kah lagèe akai jén.

Akhirnya, selain makna-makna akai yang disebutkan di atas, kata tersebut ternyata juga dapat digunakan untuk menyatakan sudah dewasa atau belumnya seseorang, misalnya dalam kalimat Aneuk nyan gohlom peunoh akai (Anak itu belum dewasa).


Maka, berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dibuhul bahwa untuk menyatakan watak, bahasa Aceh memiliki dua kata, yaitu peurangui dan akai. Meski demikian, akai cakupan pemakaiannya jauh lebih luas tinimbang peurangui. []

sumber foto: http://www.troll.me/images/pissed-off-obama/aku-perhati-je-perangai-kau.jpg


No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!