Pembahasan kali ini masih
persoalan waktu. Selain kata singöh,
singöh meungöh, singöh beungöh-beungöh, beungöh singöh yang merupakan
penanda waktu, dalam bahasa Aceh
juga
ada kata awôt, baroe, baroe sa, baroe sa raya, jameun preumeun, jameun kra’in.
Awôt berarti ketinggalan zaman. Lingkup pemakaian kata ini umumnya
hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan
dengan fashion, seperti cara
berpakaian dan model-model pakaian. Oleh karena itu, dalam bahasa Aceh, orang
yang berpakaian atau memakai model-model pakaian yang tidak sesuai dengan
perkembangan zaman disebut awôt.
Terkadang pemakaian kata
awôt disertai oleh göt that. Cenderung kata ini digunakan
untuk orang yang memang benar-benar
ketinggalan zaman atau cara berpakaiannya benar-benar kuno. Contoh pemakaian
dalam kalimat misalnya, Awôt that lagoe sipatu
kah atau Göt that awôt sipatu kah.
Selain awôt, ada juga kata baroe. Kata ini berpadanan makna dengan kemarin dalam bahasa Indonesia. Seperti halnya kata kemarin, baroe juga menyatakan satu hari sebelum hari ini.
Untuk menyatakan dua hari
sebelum hari ini, dalam bahasa Aceh ada kata baroe sa. Kata ini merupakan gabungan dari kata baroe dan sa yang
merupakan kata bilangan. Mengenai
kata baroe dan sa, ada relasi yang cukup erat di antara keduanya. Relasi ini dapat
dilihat jika kita menggunakan sedikit logika matematika.
Baroe merupakan satu hari sebelum hari ini, sedangkan sa merupakan angka yang berarti satu dan diletakkan sebelum kata baroe. Penempatan sa sebelum kata baroe, menandakan bahwa ada satu hari
lagi sebelum baroe. Jadi, baroe + satu hari lagi sebelum baroe hasilnya adalah dua hari sebelum hari ini. Inilah sebabnya
digunakan kata baroe sa. Meskipun ada kata baroe diikuti
sa yang merupakan kata bilangan, dalam bahasa Aceh tentu saja tidak ada
kata baroe dua, baroe lhèe, dst. Jika
yang dimaksud adalah 3 hari sesudah baroe
sa, kata yang digunakan adalah lhèe uroe nyang ka u liket, dan
seterusnya.
Selain baroe sa dalam beberapa dialek bahasa
Aceh, ada kata baroe sa raya. Kata
ini digunakan untuk menyatakan waktu hari-hari
kemarin yang tidak jelas. Dalam hal ini, penutur bahasa Aceh baru
menggunakannya jika tidak ingat lagi kapan persisnya suatu peristiwa terjadi.
Berikutnya cermati pula
kata-kata jameun preumeun, jameun kra’in.
Dalam bahasa Indonesia, ketiga kata ini berkaitan dengan zaman yang tidak jelas
kapan mulainya. Hal ini ditandai oleh penggunaan kata preumeun
dan kra’in.
Kedua kata tersebut menyatakan waktu
terjadinya peristiwa yang tidak jelas. Apabila dipadankan dengan bahasa
Indonesia, jameun preumeun, jameun kra’in
sama maknanya dengan zaman dahulu, zaman
bahela. Kata dalam bahasa Aceh itu acapkali digunakan dalam legenda-legenda
yang diceritakan oleh orang tua kepada anaknya. Pencerita sama sekali tidak
tahu kapan persisnya terjadi peristiwa yang ia ceritakan. []
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!