2015-11-23

Pajôh Mangat

Ilustrasu Kenduri/kebudayaanindonesia.net
Di sebuah masjid setelah salat asar, terjadi percakapan ringan antara dua warga.

Si A     : Can that lôn, buleun sa ngön buleun                   dua nyoe.
Si B     : Pakön can?
Si A     : Ay ma pakiban han can lè. Pajôh                       mangat sabé. Memang dua buleun                     nyoe, buleun perbaikan gizi, hahaha.

Ada yang menarik jika kita menyimak percakapan dua warga itu, yaitu penggunaan kata  pajôh mangat. Pajôh mangat atau perbaikan gizi yang dimaksud oleh pembicara A adalah kanduri yang dalam beberapa dialek bahasa Aceh tertentu disebut khawuri, kanuri, kawuri.

Kanduri salah satu tradisi indatu yang sudah mendarah daging. Maka, jangan heran jika di Aceh,
terutama di gampông-gampông, Anda melihat setiap minggu ada saja orang ber-kanduri.

Di bulan Maulid, ada yang namanya kanduri moklet. Kanduri ini dilaksanakan untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad saw. Di gampông-gampông, kanduri ini digelar di rumah, masjid, dan meunasah. Aneka makanan sumbangan dari warga tersaji dalam jumlah yang cukup banyak. Tokoh-tokoh masyarakat diundang, begitu pula dengan gampông-gampông bersebelahan. Tentu saja sebelum acara “santap-menyantap”, digelar zikir, doa, dan salawat bersama kepada sang Junjungan Penghulu Sekalian Alam.

Saat orang meninggal, kanduri juga digelar. Hari pertama sampai dengan hari ketujuh merupakan hari yang tak pernah kosong dari zikir dan bacaan Alquran oleh pelayat di rumah duka.

Di antara hari-hari itu, yang menjadi puncak rutinitas kanduri adalah hari ketujuh. Kanduri di hari ini disebut kanduri tujôh. Pada kanduri tujôh ini semua tetangga di gampông, di luar gampông, sanak famili, karib kerabat, berkumpul di rumah duka, berzikir dan membaca Alquran sampai subuh. Di tempat-tempat tertentu ada yang mengisinya degan dala-é. Semua itu dilakukan untuk menghibur pihak keluarga yang ditinggalkan dan untuk mengirim doa kepada yang meninggal.

Selain kanduri tujôh, ada pula kanduri siplôh, dua plôh, lhèe plôh, peut plôh, dan seureutôh. Di antara kanduri-kanduri ini, yang dihelat secara besar-besaran adalah kanduri peut plôh dan seureutôh.

Ada juga kanduri pajôh bu tuhè. Ini dilaksanakan saat pembentukan panitia pesta pernikahan. Bu tuhèe yang dimaksud di sini adalah ketan (beuleukat). Bu tuhè ini disajikan untuk tamu yang hadir dalam rapat pembentukan panitia pernikahan.

Selain kanduri-kanduri yang disebutkan di atas, tercatat ada puluhan jenis kanduri lain. Sebut saja misalnya kanduri Rabu abéh. Kanduri ini dilaksanakan di Rabu terakhir sebelum Ramadan. Untuk menolak bala, ada kanduri tulak bala. Kanduri ini dilaksanakan oleh sebagian orang Aceh untuk menolak sesuatu bala, seperti wabah dan musim kemarau panjang.

Di sebagian gampông di Aceh, kanduri juga tidak dilaksanakan secara besar-besaran. Hanya seorang teungku dan beberapa tetangga yang hadir. Kanduri ini disebut kanduri sikai breuh, saboh boh manok.[]

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!