Ilustrasu Kenduri/ |
Di sebuah masjid setelah
salat asar, terjadi percakapan ringan antara dua warga.
Si A : Can that lôn,
buleun sa ngön buleun dua nyoe.
Si B : Pakön can?
Si A : Ay ma pakiban han can lè. Pajôh mangat
sabé. Memang dua buleun nyoe, buleun perbaikan gizi, hahaha.
Ada yang menarik jika
kita menyimak percakapan dua warga itu, yaitu penggunaan kata pajôh
mangat. Pajôh mangat atau
perbaikan gizi yang dimaksud oleh pembicara A adalah kanduri yang dalam beberapa dialek bahasa Aceh tertentu disebut khawuri, kanuri, kawuri.
Kanduri salah satu tradisi indatu
yang sudah mendarah daging. Maka, jangan heran jika di Aceh,
terutama di gampông-gampông, Anda melihat setiap
minggu ada saja orang ber-kanduri.
Di bulan Maulid, ada yang
namanya kanduri moklet. Kanduri ini
dilaksanakan untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad saw. Di gampông-gampông, kanduri ini digelar di rumah, masjid, dan meunasah. Aneka makanan sumbangan dari warga tersaji dalam jumlah
yang cukup banyak. Tokoh-tokoh masyarakat diundang, begitu pula dengan gampông-gampông bersebelahan. Tentu saja
sebelum acara “santap-menyantap”, digelar zikir, doa, dan salawat bersama
kepada sang Junjungan Penghulu Sekalian Alam.
Saat orang meninggal, kanduri juga digelar. Hari pertama
sampai dengan hari ketujuh merupakan hari yang tak pernah kosong dari zikir dan
bacaan Alquran oleh pelayat di rumah duka.
Di antara hari-hari itu,
yang menjadi puncak rutinitas kanduri
adalah hari ketujuh. Kanduri di hari
ini disebut kanduri tujôh. Pada kanduri tujôh ini semua tetangga di gampông, di luar gampông, sanak famili, karib kerabat, berkumpul di rumah duka,
berzikir dan membaca Alquran sampai subuh. Di tempat-tempat tertentu ada yang
mengisinya degan dala-é. Semua itu
dilakukan untuk menghibur pihak keluarga yang ditinggalkan dan untuk mengirim
doa kepada yang meninggal.
Selain kanduri tujôh, ada pula kanduri siplôh, dua plôh, lhèe plôh, peut
plôh, dan seureutôh. Di antara kanduri-kanduri ini, yang dihelat secara
besar-besaran adalah kanduri peut plôh
dan seureutôh.
Ada juga kanduri pajôh bu tuhè. Ini dilaksanakan
saat pembentukan panitia pesta pernikahan. Bu
tuhèe yang dimaksud di sini adalah ketan (beuleukat). Bu tuhè ini
disajikan untuk tamu yang hadir dalam rapat pembentukan panitia pernikahan.
Selain kanduri-kanduri yang disebutkan di atas,
tercatat ada puluhan jenis kanduri
lain. Sebut saja misalnya kanduri Rabu
abéh. Kanduri ini dilaksanakan di
Rabu terakhir sebelum Ramadan. Untuk menolak bala, ada kanduri tulak bala. Kanduri
ini dilaksanakan oleh sebagian orang Aceh untuk menolak sesuatu bala, seperti
wabah dan musim kemarau panjang.
Di sebagian gampông di Aceh, kanduri juga tidak dilaksanakan secara besar-besaran. Hanya seorang
teungku dan beberapa tetangga yang
hadir. Kanduri ini disebut kanduri sikai breuh, saboh boh manok.[]
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!