2009-07-05

Penyulihan dalam Wacana

oleh Safriandi, S.Pd.


(Mahasiswa Magister Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Unsyiah)


I. PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah wacana, baik itu lisan maupun tulisan, terdapat salah satu alat kohesi, yaitu penyulihan (substitution). Terdapat beberapa pengertian penyulihan yang dikemukakan oleh para ahli. Suhaebah, dkk. (1996:11) menyebutkan bahwa penyulihan adalah penggantian konstituen dengan menggunakan kata yang maknanya sama sekali berbeda dengan kata yang diacunya.

Agar dapat memahami dengan baik tentang konsep penyulihan ini, perhatikanlah beberapa contoh berikut!

(1)   a.  Atas keputusan itu, Naser mengatakan naik banding.

b. Ayah tiga anak itu bahkan sempat mengomentari vonis tersebut dengan nada bercanda.

(2)   Tetangga kami mempunyai anjing doberman. Pak Hendri mempunyai seekor juga.

(3)   Halimah berkembang dari gadis kecil yang lucu menjadi gadis yang cantik. Jika Halimah tumbuh menjadi gadis cantik, hal ini tidak mengherankan karena ibunya dulunya juga bunga SMTA kami.

(4)   Orang sebodoh Giansa belum pernah kujumpai. Akan tetapi, keledai itu betul-betul menjengkelkan sekali.

Kalimat (1a) konstituen Naser diacu oleh konstituen ayah tiga anak itu pada kalimat (1b). Pada kalimat (2) penyulihan terjadi melalui proses pengacuan terhadap sesuatu yang merupakan kumpulan (golongan) yang sama atau juga sesuatu yang mempunyai kolokasi dengan butir tersulih itu. Pada kalimat Pak Hendri mempunyai seekor juga, konstituen anjing tidak disebutkan lagi karena mengacu kepada kumpulan golongan yang sama, yaitu anjing. Berbeda dengan (1) dan (2), kalimat (2) dan (3) menggunakan kata atau frasa yang artinya berbeda dari arti yang biasanya/perbandingan implisit antara dua hal yang berbeda. Kalimat (3) dan (4) menggunakan kata bunga dan keledai itu. Kedua kata ini merupakan kata-kata tersulih dari kata cantik dan orang sebodoh Giansa. Keempat contoh kalimat di atas juga menyiratkan bahwa terdapat beberapa bentuk penyulihan dalam kalimat sebagai salah satu alat kohesi. Penyulihan ini tentu saja terjadi karena adanya usaha dari penulis untuk menciptakan sebuah wacana yang apik dan padu.

Penyulihan yang terjadi pada kalimat-kalimat di atas muncul karena adanya pertalian gramatikal yang kuat sehingga terciptalah pertalian semantik. Hal ini dalam wacana bahasa Indonesia perlu direalisasikan untuk menciptakan pemahaman yang utuh bagi pembaca atau pendengar.

Dalam praktiknya, terdapat sebagian orang yang tidak terlalu memperhatikan konsep penyulihan dalam mengungkapkan sesuatu, baik berbentuk wacana lisan maupun wacana tulisan. Ia terkadang dalam menulis sesuatu, mengulang kembali yang sesuatu itu sehingga terciptalah sebuah wacana yang kaku, monoton sehingga bosan dibaca. Padahal, adanya variasi penggunaan kata (penyulihan) dalam sebuah wacana akan membuat wacana tersebut semakin apik, koheren. Perhatikan wacana singkat yang tidak apik berikut ini!

(5)   Seseorang yang telah menguasai suatu persoalan dengan baik, maka orang itu akan dapat mengemukakan persoalan tersebut dengan baik.

(6)   Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman penduduk sedang disusun oleh pemerintah daerah setempat, menyangkut detail tata ruang kawasan itu sebagai tindak lanjut Keppres 48/1984 tentang penanganan khusus pemukiman di wilayah Surabaya.

(7)   Kependudukan merupakan suatu sistem, yaitu penduduk yang merupakan suatu totalitas dan beberapa subsistem di dalamnya yang adalah fertilitas, mortalitas, dan migrasi/mobilitas.

Jika Anda cermati dengan saksama wacana singkat (5), (6), dan (7) di atas, terlihatlah dengan jelas betapa kacaunya konstruksi kalimat itu. Hal ini membuktikan bahwa penulis tidak memiliki konsep yang kuat tentang bagaimana menulis wacana yang kohesif dan koheren.

Uraian singkat tentang penyulihan di atas, secara umum mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, penyulihan dalam bahasa Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Kedua, untuk menciptakan sebuah wacana yang apik dan padu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembuat wacana. Dengan demikian, berdasarkan kedua hal pokok di atas, yang menjadi judul makalah ini adalah “Penyulihan Sebagai Alat Kohesi dalam Wacana”.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

  1. bagaimanakah bentuk-bentuk penyulihan wacana?

  2. hal-hal apakah yang harus diperhatikan dalam membuat wacana yang baik?


II. PEMBAHASAN

Wacana adalah seperangkat kalimat yang memiliki pertalian semantik (semantic coherence) dan karena pertalian semantik tersebut seperangkat kalimat itu diterima dalam pemakaian bahasa sebagai suatu keseluruhan yang relatif lengkap. Seperangkat kalimat yang tidak memiliki pertalian semantik tidak membentuk suatu wacana. (Halim, dalam Suhaebah, 1996:16). Hal senada juga disampaikan oleh Yuwono (2005:91) perihal pengertian wacana. Ia menyebutkan bahwa wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Sebagai kesatuan makna, bahasa dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu (Yuwono 2005:91).

Pengertian semantik yang dikemukakan oleh kedua ahli ini menyiratkan sebuah pemahaman bahwa sebuah wacana yang baik haruslah memiliki pertalian semantik dan pertalian gramatikal (suatu bangun bahasa). pertalian semantik ini disebut dengan koherensi dan pertalian gramatikal disebut dengan kohesi. Dalam membentuk sebuah wacana, kohesi dapat direalisasikan dengan berbagai cara, seperti pelesapan, pemronominalan, pengulangan secara definit, atau penyulihan.

Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai bagaimanakah bentuk-bentuk penyulihan wacana dan hal-hal apakah yang harus diperhatikan dalam membuat wacana. Sebelum dijelaskan perihal bentuk-bentuk penyulihan wacana dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat wacana, perlu kiranya dipaparkan terlebih dahulu perihal konstituen tersulih dan konstituen penyulih beserta dengan posisi kedua konstituen ini.

Konstituen tersulih adalah konstituen yang diganti oleh konstituen lain pada klausa berikutnya, sedangkan konstituen penyulih adalah konstituen yang menggantikan konstituen lain dalam rangka memelihara kekoherensian sebuah wacana. Konstituen yang tersulih itu tidak saja berupa kata, frasa, tetapi juga berupa klausa, kalimat bahkan paragraf (Suhaebah, 1996:16). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat contoh berikut.

(8)   a. Pak Hanafi pagi-pagi telah berangkat ke tokonya.

b. Pedagang yang rajin itu membawa barang dagangannya dengan Bemo.

(9)   Dengan segenap ketenarannya ini, Gordon sebetulnya dengan mudah dapat hidup sangat layak secara ekonomi.

(9a) Ketika gejolak pertikaian antaretnis melanda Yugoslavia, nama kota Dubrovnik menjadi buah bibir. Dalam waktu singkat, kota yang terletak di pantai selatan negeri warisan Tito itu, menjadi pusat perhatian dunia. Sementara kota itu menjadi sasaran senjata mematikan dari pihak-pihak yang bersengketa, kota pelabuhan itu juga menjadi tempat puluhan ribu pengungsi berebut menyelamatkan diri, menyeberangi Laut Adriatik, pergi ke Italia.# tidak cuma itu! Terjadilah di sana, suatu gelombang baru kaum pembangkang Eropa Timur datang berkumpul. Lebih berat lagi, kali ini semuanya perempuan. Mereka berasal dari Polandia dan Bulgaria, Hungaria dan Ukraina, Ceko dan Slovakia, bekas Jertim, Rumania, serta dari semua bagian Yugoslavia yang sedang berantakan.

Pada contoh di atas, konstituen Pak Hanafi dan Gordon merupakan konstituen tersulih. Kedua konstituen tersulih itu masing-masing disulih oleh pedagang yang rajin itu dan -nya. Konstituen pedagang yang rajin itu dan –nya masing-masing disebut sebagai konstituen penyulih. Pada contoh (9a) konstituen tidak cuma itu menyulih paragraf sebelumnya, yaitu Ketika gejolak pertikaian antaretnis melanda Yugoslavia, nama kota Dubrovnik menjadi buah bibir. Dalam waktu singkat, kota yang terletak di pantai selatan negeri warisan Tito itu, menjadi pusat perhatian dunia. Sementara kota itu menjadi sasaran senjata mematikan dari pihak-pihak yang bersengketa, kota pelabuhan itu juga menjadi tempat puluhan ribu pengungsi berebut menyelamatkan diri, menyeberangi Laut Adriatik, pergi ke Italia.

Bagaimanakah posisi konstituen tersulih dan konstituen penyulih? Ada dua macam posisi konstituen tersulih. Pertama, konstituen tersulih berada di sebelah kiri konstituen penyulih atau disebut lebih dahulu (anaforis). Kedua, konstituen tersulih berada di sebelah di sebelah kanan konstituen penyulih atau disebut kemudian (kataforis). Berikut ini ditulis kembali wacana (7) dan (8) untuk lebih memperjelas posisi konstituen tersulih dan penyulih.

(10)           Pak Hanafi pagi-pagi telah berangkat ke tokonya. Pedagang yang rajin itu membawa barang dagangannya dengan Bemo.

(11)           Dengan segenap ketenarannya ini, Gordon sebetulnya dengan mudah dapat hidup sangat layak secara ekonomi.

Pada wacana (10) konstituen Pak Hanafi yang merupakan konstituen tersulih berposisi di sebelah kiri konstituen penyulih Pedagang yang rajin itu. Konstituen Gordon pada kalimat (11) merupakan konstituen tersulih yang berposisi di sebelah kanan konstituen penyulih –nya. Jadi, penyulihan pada (10) bersifat anaforis, sedangkan penyulihan pada (11) bersifat kataforis.

Sekarang mari kita lihat bentuk-bentuk penyulihan dalam wacana. Terdapat beberapa bentuk penyulihan dalam wacana.

a. Penyulihan dengan Konstituen yang Senilai

Kohesi atau relasi gramatikal dapat ditandai oleh konstituen yang senilai atau pengulangan kata atau frasa. Kohesi sering pula diciptakan dengan kata yang maknanya sama sekali berbeda dengan makna yang diacunya, tetapi mempunyai kedudukan yang senilai. Akan tetapi, yang penting adalah kata yang disulihnya dan kata itu menunjuk kepada referen yang sama (berkoreferensi). Penyulihan dengan konstituen yang senilai juga dapat dikatakan sebagai pemarafrasaan konstituen tersulih.

Dari ketiga contoh berikut ini, yang kohesif dapat dilihat pada wacana (12). Kepaduan itu muncul dalam teks itu sendiri (intratekstual). Orang yang begitu saja mengetahui bahwa seorang putri yang semakin besar tentu saja lama kelamaan akan menjadi seorang gadis sehingga kata puteri kohesif dengan kata gadis. Akan tetapi, pada wacana (13) dan (14) orang memerlukan pengetahuan di luar kalimat (ekstratekstual). Orang dapat mengetahui Pak Hanafi itu kohesif dengan pedagang yang rajin atau Waren Beaty itu kohesif dengan bujangan setelah orang tahu lebih banyak mengenai kedua bentuk yang kohesif tersebut. Dalam sebuah wacana, kepaduan jenis kedua ini dapat dilihat dari konteks, baik yang mendahului maupun yang mengiringi bagian yang ingin kita ketahui kepaduannya.

(12)     Seorang pedagang terkenal yang memiliki kejayaan di masa silam kini hidup menyendiri di suatu kota kecil. Ia hidup ditemani putri tunggalnya. Putri pedagang terkenal itu makin dewasa saja. Gadis itu sekarang duduk di sekolah menengah.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, tanpa pengetahuan luar bahasa (intratekstual) dapat dipahami bahwa pengertian puteri pedagang terkenal dan gadis dalam wacana (12) mempunyai koreferensi. Hal ini menyebabkan kedua kalimat itu kohesif sehingga menjadi koheren yang runtut. Pemakaian strategi penyulihan  dengan konstituen senilai di sini dilakukan karena adanya topik lain, yaitu konstituen seorang pedagang terkenal yang memiliki kejayaan di masa silam oleh pronomina ia dan posesif –nya. Oleh karena itu, digunakan penyulihan dengan konstituen senilai untuk menyulih konstituen puteri tunggal pengarang itu dan bukan pemronominalan karena hal ini akan menimbulkan kemaknagandaan, kekonstituenan yang mana konstituen penyulih itu mengacu.

(13)     Pak Hanafi merupakan orang yang ulet dan gigih. Ia berusaha dari nol    sehingga ia sekarang memiliki toko yang sederhana yang dapat memenuhi kehidupan sehari-harinya. Pak Hanafi pagi-pagi telah berangkat ke tokonya. Pedagang yang rajin itu membawa barang dagangannya dengan bemo.

Konstituen Pak Hanafi pada klausa pertama dan pedagang yang rajin itu pada klausa keempat dalam wacana (13) mengacu ke acuan yang sama sehingga boleh ditarik kesimpulan bahwa pedagang itu bernama Pak Hanafi. Hal itu dibantu pula oleh kata lain dalam contoh itu, seperti kata tokonya, mengimplikasikan bahwa Pak Hanafi mempunyai toko dan pada umumnya orang yang memiliki toko adalah pedagang. Selain itu, untuk mengetahui kohesi antara konstituen Pak Hanafi dan pedagang yang rajin itu diperlukan pengetahuan ekstratekstual mengenai hubungan Pak Hanafi dan tokonya.

b. Penyulihan dengan Penyebutan Ulang Secara Definit

Penyulihan lain dalam sebuah wacana adalah dengan menggunakan penyebutan ulang secara definit. Sebagai penanda definit biasanya digunakan ini, itu, tersebut, dan yang. Beberapa wacana berikut menyebutkan bahwa strategi penyebutan ulang secara definit dapat digunakan untuk memelihara kepaduan sebuah wacana.

(14)     Salah seorang mahasiswa Unmer yang selamat lebih banyak diam daripada berbicara walaupun dengan teman-temannya sendiri yang datang dari Malang. Mahasiswa ini masih shock, kata Drs. Agus Syamsul Hidayat, dosen Unmer, yang diutus untuk mengurus mahasiswanya yang mengalami nasib nahas itu.

(15)     Apa yang telah ia kerjakan, membuat Firman Muntaco mendapat berbagai julukan dan pujian. Dia menyandang piagam penghargaan kebudayaan dari Menteri Penerangan, Ali Murtopo. Itu yang resmi. Yang tidak resmi adalah karya-karyanya yang tersebar di banyak media massa dan sebagian terkumpul dalam dua buku Gambang Djakarte.

Pada kalimat (14) konstituen salah seorang mahasiswa Unmer yang selamat disulih dengan cara disebut ulang sebagian ditambah definit ini. penyulihan seperti ini terjadi karena panjangnya konstituen tersulih. Selanjutnya, dalam wacana (15) konstituen tersulihnya mempunyai lebih dari satu bentuk. Konstituen tersulih ini mengacu kepada konstituen berbagai julukan dan pujian pada klausa ketiga, penghargaan kebudayaan dari Menteri Penerangan, Ali Murtopo, pada klausa kelima. Pada klausa keenamlah konstituen penyulih terjadi.

c. Penyulih dengan Penominalan Predikat

Penyulihan dapat pula direalisasi dengan cara penominalan predikat, baik yang berupa verba, adverbia, maupun adjektiva. Dengan cara ini pula, kepaduan sebuah wacana dapat terpelihara.

Salah satu strategi dalam penominalan predikat adalah menominalkan verba predikat. Konstituen predikat yang merupakan konstituen tersulih berada pada posisi kir konstituen penyulih. Penominalan predikat memang selalu bersifat anaforis. Berikut ini beberapa contoh wacana yang menominalkan predikat yang dipakai untuk memelihara kekohesifan sebuah wacana.

(16)     Markas tentara di lereng gunung itu diserangi gerombolan pengacau keamanan. Penyerangan itu dilakukan pukul 2.00 ketika orang sedang enak-enaknya tidur.

(17)     Warga perumahan Taman Galaxi Indah di Bekasi mengeluh soal sarana umum yang disediakan developernya. Keluhan ini terutama menyangkut pemadaman lampu penerangan jalan umum karena sejak dimatikannya lampu PJU pada bulan Oktober 1992, terjadi tiga kali perampokan beruntun sehingga mengesankan perumahan ini menjadi sasaran penjahat yang mengetahui persis keadaan perumahan tersebut.

Penominalan predikat pada klausa pertama dan pada klausa berikutnya membantu memelihara kekohesifan wacana tersebut. Konstituen diserang pada klausa pertama disulih dengan penominalan +itu menjadi penyerangan itu pada klausa berikutnya. Dengan adanya penominalan predikat ini, hubungan antarklausa dalam wacana ini menjadi kohesif. Penominalan adjektiva dapat dilihat pada wacana berikut ini.

(18)     Perang saudara di Bosnia terus berkecamuk. PBB sukar sekali mendamaikan kedua pihak yang berselisih itu. Seluruh dunia khawatir dengan keadaan seperti ini. Kekhawatiran dunia ini diperlihatkan dengan pemberitaan bantuan ke negara yang sedang bergejolak itu.

(19)     Dalam pidatonya, presiden meminta agar masyarakat sedikit peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Kepedulian tersebut tidak perlu ditunjukkan secara ekstrem, cukup dengan memperhatikan dan memelihara yang sudah ada di lingkungan sehari-harinya.



Pada kalimat (18) di atas, khawatir disulih pada klausa berikutnya dengan cara penominalan+pelaku+ini menjadi kekhawatiran dunia ini, sedangkan pada kalimat (19) sedikit peduli yang merupakan konstituen tersulih disulih pada klausa berikutnya dengan penominalan + tersebut + menjadi kepedulian tersebut. Konstituen tersulih ini memadukan klausa-klausa dalam wacana masing-masing.

Sama halnya penominalan verba dan adjektiva, penominalan adverbia pun dilakukan pada klausa berikutnya setelah klausa yang predikatnya dinominalkan. Perhatikan contoh berikut!

(20)     Si A selalu lebih dari si B. Kelebihannya itu akan semakin menonjol apabila mereka dihadapkan pada suatu masalah yang pelik.

Predikat lebih pada klausa pertama kalimat di atas disulih dengan penominalan + itu menjadi kelebihannya itu.

d. Penyulihan dengan Pemronominalan

Penyulihan dengan pemronominalan dilakukan apabila antara konstituen tersulih dan konstituen penyulih memiliki jarak referensial yang relatif dekat walaupun tidak sedekat apabila terjadi pelesapan dan tidak dapat disela oleh topik lain. wacana berikut menunjukkan bagaimana pemronominalan dipakai untuk memelihara kekohesifan sebuah wacana.

(21)     Sebanyak 79 kepala keluarga penduduk Desa Keumusu, Kedugombo, Kabupaten Boyolali, yang saat ini menempati lokasi menempati lokasi pemukiman di Dusun Ngrambah mengharap adanya jaminan status tanah yang kini mereka tempati……

Konstituen penduduk Desa Keumusu pada klausa pertama disulih oleh pronomina mereka pada klausa selanjutnya. Penyulihan seperti ini memperlihatkan bahwa kekohesifan sebuah wacana dapat dipelihara oleh penyulihan dengan pemronominalan.

e. Penyulihan Terbatas

Penyulihan terbatas adalah penyulihan yang hanya berlaku untuk satu hal saja. Penyulihan terbatas ini ditandai oleh adanya pemakaian bentuk almarhum dan jenazah untuk menyebutkan orang yang sudah meninggal, misalnya:

(22)     Dahlan Ranuwiharjo, mantan anggota DPR-GR mengenal Natsir dari dekat ketika almarhum menjadi jubir Delri dalam perundingan Roem-Roijen tahun 1949. “Waktu itu Belanda mendesak agar TNI mau ditempatkan di bawah komando pemerintah Belanda. Pak Natsir menjawab “Kami, Republik, menghendaki penyelesaian yang dirundingkan, bukan merundingkan penyerahan.

Kasus –kasus penyulihan yang dijelaskan di atas juga menyiratkan satu hal bahwa untuk membentuk sebuah wacana yang baik hal yang harus diperhatikan adalah unsur kohesi dan unsur koherensi sebuah wacana. Selain itu, sebuah wacana akan menjadi wacana yang baik jika wacana tersebut sesuai dengan konteks. Jadi, kalimat Hematlah air! akan dikatakan sebagai sebuah wacana yang baik ketika ia ditempelkan oleh seorang pemilik rumah yang kemudian digantungkan atau direkatkan di dekat keran air di kamar mandi atau tempat cuci tangan.

III. Analisis Wacana

Berkaitan dengan hal yang dibicarakan dalam pembahasan, berikut ini akan dianalisis sebuah wacana. Wacana ini di ambil dari sebuah buku yang berjudul Bush dan Hitler: Algojo paling Mematikan di Abad Modern. Yang menjadi fokus analisis dalam wacana ini adalah penyulihan.

Bush dan Hitler


1. Penyulihan Senilai



Perhatikan beberapa contoh kalimat berikut!

Adolf Hitler (1889-1945) terkenal sebagai diktator abad XX yang paling kuat dan kejam. Dalam waktu singkat, pemimpin politik militer Jerman itu mengubah Jerman menjadi masyarakat yang militeristik. Dengan serangannya atas Polandia tahun 1939, Hitler memicu terjadinya perang dunia II (Bush dan Hitler/2007/7).

Perhatikan wacana di atas dengan saksama! Wacana di atas memiliki konstituen tersulih dan konstituen penyulih. Adolf Hitler merupakan konstituen tersulih, sedangkan pemimpin politik militer Jerman itu merupakan konstituen penyulih. Dengan kata lain, Adolf Hitler disulih oleh konstituen pemimpin politik militer Jerman itu. penyulihan seperti ini disebut sebagian penyulihan senilai.

2. Penyulihan dengan Penyebutan Ulang Secara Definit

(1) Hitler juga melembagakan eutanasia atas orang-orang cacat dan yang dianggap tak berguna. Tindakannya itu dimaksudkan sebagai pemurnian ras bangsa Jerman, ras Arya (Bush dan Hitler/2007/8).

(2) Ketika uang warisan dari orang tuanya habis, Hitler tak mau mencari pekerjaan. Akhirnya ia terpaksa harus tinggal di rumah-rumah penampungan para gelandangan. Pada masa inilah dia berkenalan dengan gagasan politik yang ekstrem terutama konsep rasialis Lanz von Liebenfels(Bush dan Hitler/2007/10).

(3) Meskipun dua kali mendapat medali iron cross karena keberaniannya, ia tidak pernah dipromosikan hingga melampaui pangkat kopral. Dalam perang yang sangat mengancam nyawa, masalah itu sungguh-sungguh sulit dipahami. Barangkali para perwira hanya melihat Hitler sebagai tentara yang pemberani dan cocok untuk menjadi kurir, tetap kurang mampu memegang komando (Bush dan Hitler/2007/10-11).

(3) Hitler melihat peperangan sebagai sebentuk perjuangan di antara ras-ras manusia yang bersaing mempertahankan hidup. Dan baginya itulah hakikat dari eksisitensi manusia (Bush dan Hitler/2007/11).

(4) Satu bulan berikutnya, Hitler keluar dari militer. Tak lama kemudian, ia mampu meraih dominasi dalam Partai Nazi. Hitler menjadi perekrut kader dan penarik massa yang paling berhasil. Hal itu membuatnya memiliki daya tawar yang kuat.

(5) Januari 1929 larangan untuk Nazi dicabut. Satu bulan kemudian, Hitler telah naik podium di depan partainya. Ia meminta pengikutnya berjuang lewat jalur parlemen, terutama untuk melawan partai Katolik kaum Marxis. “Setiap perjuangan berdasarkan hukum tentu lambat jalannya…tetapi cepat atau lambat kita akan mencapai mayoritas…dan sesudah itu Jerman di tangan kita.” Demikian kata Hitler di dalam penjara kepada seorang teman (Bush dan Hitler/2007/21).

(6) Konsolidasi partai terus dilakukan. Upaya untuk semakin memperkuat partai itu dilakukan Hitler dengan bantuan orang-orang pilihan yang bergabung di Nazi sebelum 1923 (Bush dan Hitler/2007/21).

(7) Maka pada 1930 dalam pemilu parlemen, Nazi meraih suara terbesar kedua, yakni 107 kursi, di bawah Partai Sosial Demokrat yang memperoleh 143 kursi. Melihat itu Adolf Hitler semakin bersemangat untuk menggalang kekuatan Nazi (Bush dan Hitler/2007/21).

Lain halnya penyulihan dengan senilai, penyulihan dengan penyebutan ulang secara definit mengalami perilaku yang berbeda. Jenis penyulihan ini mengulang penyebutan konstituen yang telah disebutkan secara sederhana dengan menggunakan kata seperti ini, itu, tersebut, dan yang. Pada kalimat a konstituen tindakannya itu merupakan konstituen yang mengulang secara definit konstituen Hitler juga melembagakan eutanasia atas orang-orang cacat dan yang dianggap tak berguna. Klitika –nya pada konstituen tindakannya itu merupakan penyulih konstituen Hitler yang selanjutnya disebut sebagai konstituen tersulih. Akan tetapi, kasus ini tidak disebut sebagai penyulihan dengan penyebutan ulang secara definit, tetapi sebagai penyulihan dengan pemronominalan.

Selanjutnya, konstituen pada masa inilah, masalah itu, itulah, hal itu, demikian, upaya untuk semakin memperkuat partai itu, melihat itu, masing-masing merupakan konstituen penyulih yang menyulih Hitler juga melembagakan eutanasia atas orang-orang cacat dan yang dianggap tak berguna, akhirnya ia terpaksa harus tinggal di rumah-rumah penampungan para gelandangan, ia tidak pernah dipromosikan hingga melampaui pangkat kopral, peperangan sebagai sebentuk perjuangan di antara ras-ras manusia yang bersaing mempertahankan hidup, Tak lama kemudian, ia mampu meraih dominasi dalam Partai Nazi. Hitler menjadi perekrut kader dan penarik massa yang paling berhasil, “Setiap perjuangan berdasarkan hukum tentu lambat jalannya…tetapi cepat atau lambat kita akan mencapai mayoritas…dan sesudah itu Jerman di tangan kita.”, konsolidasi partai terus dilakukan, Maka pada 1930 dalam pemilu parlemen, Nazi meraih suara terbesar kedua, yakni 107 kursi, di bawah Partai Sosial Demokrat yang memperoleh 143 kursi.

2. Penyulihan dengan Penominalan Predikat

Jenis penyulihan ini tidak didapati dalam wacana.

  1. Penyulihan dengan Pemronominalan

  2. Hitler berambisi menaklukkan dunia dengan visinya tentang Jerman sebagai Reich Ketiga yang akan berjaya seribu tahun (tausendjahridges reich). Maka hanya dalam rentang waktu kurang dari dua belas tahun, dia nyaris menguasai seluruh Eropa, juga sebagian Afrika Utara (Bush dan Hitler/2007/8).

  3. Seusai perang, Hitler kembali ke Munich. Ia terpilih menjadi juru bicara politik untuk markas militer setempat.

  4. Hitler bersikeras Nazisme harus tetap ada. Ia yakin bahwa perbaikan ekonomi itu hanya bersifat sementara karena Jerman sangat bergantung kepada pihak luar, terutama AS.

  5. Pada tahun 1903 ayah Hitler meninggal. Kondisi keluarga Hitler berubah. Mereka memang masih bisa bertahan hidup, tetapi hilangnya figur ayah mengubah kelakuan Hitler (Bush dan Hitler/2007/9).




Penyulihan jenis ini terbentuk dengan cara mengungkapkan konstituen tersulih dengan dalam bentuk pronomina. Jenis penyulihan seperti ini dapat bersifat anaforis dan dapat pula bersifat kataforis. Konstituen Hitler pada kalimat a, b, dan c, merupakan konstituen tersulih. Sedang penyulih konstituen ini pada kalimat a, b, dan c adalah ia. Hal yang sama juga terjadi pada kalimat d, yaitu keluarga Hitler sebagai konstituen tersulih, dan mereka sebagai konstituen penyulih.

Analisis sederhana ini mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa sebuah wacana, penyulih dapat saja terjadi. Tujuan dilakukan penyulihan ini adalah membuat tulisan menjadi lebih bervariasi sehingga enak dan mudah dibaca.

DAFTAR BACAAN

Suhaebah, Ebah. dkk.. 1996. Penyulihan Sebagai Alat Kohesi dalam Wacana. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.



Widada, Rh. 2007. Bush dan Hilter. Yogyakarta. Bentang

Yuwono, Untung. “Wacana” Dalam Kushartanti, dkk. (Peny.), Pesona Bahasa:Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!