Berbicara tentang asal
mula bahasa Aceh, tentu saja berhubungan dengan genetis bahasa dan latar
belakang historis bahasa itu.
Genetis bahasa berkaitan
dengan asal suatu bahasa atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua, sedangkan historis
bahasa berhubungan dengan sejarah bahasa itu yang dibawa oleh penggunanya ke
daerah lain.
Genetis bahasa melahirkan
istilah klasifikasi genetis, yaitu pengklasifikasian bahasa berdasarkan
garis-garis keturunan bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan
dari bahasa yang lebih tua. Klasifikasi jenis ini dalam ilmu bahasa termasuk ke
dalam kajian linguistik historis komparatif.
Menurut teori klasifikasi
genetis ini, suatu bahasa pro (bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan
menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan
pula bahasa- bahasa lain. Kemudian bahasa-bahasa lain itu akan menurunkan lagi
bahasa-bahasa pecahan berikutnya.
Klasifikasi genetis
dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk
(bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah
kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang
sama.
Merujuk pada teori
klasifikasi tersebut, muncullah simpulan bahwa bahasa Aceh mestilah berasal
dari bahasa lain yang lebih tua. Hasil penelitian selanjutnya memperlihatkan
bahwa bahasa Aceh diduga berasal dari bahasa-bahasa Campa yang sampai sekarang
masih digunakan di Vietnam, Kamboja, dan Hainan di Cina. Teguh Susanto, dalam
tulisannya “Asal-Usul Bahasa Aceh” menjelaskan bahwa ada dugaan, dulu terjadi
proses migrasi penduduk dari kerajaan Campa yang akhirnya mereka sampai di
semenanjung Sumatera, yaitu di Aceh saat ini.
Dugaan senada juga
dikemukakan oleh Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ia
menyebutkan bahwa bahasa Aceh bermula dari datangnya seorang pangeran dari
Campa, yaitu Šah Pu Liaŋ (liŋ). Ia diusir dari ibu kotanya oleh bangsa Vietnam,
lalu mencari perlindungan di Aceh dan membentuk bangsa baru. Tentu saja
pembentukan bangsa baru ini sangat berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Aceh
sebagai alat komunikasi mereka.
Dugaan yang paling kuat
memang bahasa-bahasa Aceh berasal dari bahasa-bahasa Campa. Ini berdasarkan
perbandingan bunyi antara bahasa Aceh dan bahasa Campa tersebut.
Berkaitan dengan adanya
kesamaan bunyi antara bahasa Aceh dan bahasa Campa, saya dapat mengemukakan
beberapa contoh berikut. Kalau dalam bahasa Aceh ada kata ‘cagee’, dalam bahasa
Campa ada kata ‘cagau’ yang artinya ‘beruang’, kalau dalam bahasa Aceh ada kata
‘cicem’, dalam bahasa Campa ada kata ‘cim, ciin’ yang artinya burung, kalau
dalam bahasa Aceh ada kata ‘glee’, dalam bahasa Campa ada kata ‘glai’ yang
artinya ‘hutan’, kalau dalam bahasa Aceh ada kata ‘hu’ dalam bahasa Campa juga
ada kata ‘hu’ yang sama-sama artinya nyala, kalau dalam bahasa Aceh ada kata ‘bèe
khing’, dalam bahasa Campa juga ada kata ‘kheng’ yang artinya bau tidak sedap,
kalau dalam bahasa Aceh ada kata ‘piyôh’ dalam bahasa Campa juga ada kata piyôh yang artinya ‘singgah’, kalau
dalam bahasa Aceh ada kata ‘klep mata’, dalam bahasa Campa juga ada ‘klek mota’
yang berarti kedip mata’ kalau dalam bahasa Aceh ada kata ‘rimung’ dalam bahasa
Campa ada kata ‘rimong’ yang artinya harimau.
Meski ada kesamaan bunyi
antara bahasa Aceh dan bahasa Campa tersebut, ada pula pihak yang menduga bahwa
bahasa Aceh bukan hanya dari bahasa Campa, melainkan juga dari sejumlah bahasa
nusantara dan bahasa internasional seperti bahasa Inggris. Namun, untuk membuktikan
hal ini, tentu saja diperlukan penelitian lanjutan agar misteri asal mula
bahasa Aceh terungkap dengan jelas. []
foto: www.achehscandinavia.com
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!