Tahanan Kejar-Kejaran dengan
Polisi. Inilah salah satu judul pada salah satu harian lokal di Aceh. Judul
ini cukup “memantik” ruh kebahasaan saya dan mendorong saya untuk menuliskannya
melalui media online ini.
Sepintas, tak ada yang salah dengan judul itu. Namun,
jika kita meluangkan waktu dan melihat dengan saksama, kesalahan pada judul itu dapat diketahui.
jika kita meluangkan waktu dan melihat dengan saksama, kesalahan pada judul itu dapat diketahui.
Apa yang salah? Mungkin di antara pembaca bertanya demikian.
Dilihat secara struktur, kalimat itu benar. Akan tetapi, mari kita lihat dari
segi makna. Saya tidak akan mengupas makna setiap kata dalam judul itu. Fokus
saya hanya pada kata kejar-kejaran.
Kata tersebut secara bahasa diklasifikasikan sebagai kata
ulang. Kata yang juga sering diistilahkan dengan reduplikasi itu, sebagaimana
halnya kata lain, memiliki makna. Penelusuran makna tentu saja berdasarkan konteks
kalimat meski ada yang menentukan makna kata ulang secara terpisah, bukan dalam
kalimat.
Lantas, secara konteks kalimat, apa makna kejar-kejaran pada judul di atas? Tak
diragukan lagi, kata ulang tersebut bermakna ‘saling’. Karena bermakna ‘saling’, paling tidak ada dua komponen makna saling. Pertama, saling merupakan
tindakan yang membutuhkan minimal dua pelaku. Kedua, tindakan yang dilakukan terjadi secara timbal balik.
Artinya, pelaku pertama melakukan suatu tindakan pada pelaku kedua, begitu
sebaliknya, pelaku kedua membalas tindakan itu.
Bila kita lihat pada komponen makna yang pertama, tampaknya
tak ada masalah. Pada kalimat itu pelaku terdiri dari dua bagian, yaitu tahanan
dan polisi. Persoalan kemudian muncul jika kejar-kejaran
dikaitkan dengan komponen makna kedua. Bila dikatakan tahanan kejar-kejaran dengan
polisi, hal itu berarti bahwa perbuatan kejar-kejaran itu terjadi secara timbal
balik, polisi mengejar tahanan, lalu berganti tahanan mengejar polisi. Mungkin
juga, tahanan mengejar polisi, lalu polisi mengajar tahanan.
Itulah hakikat makna sebenarnya dari judul di atas jika
digunakan kata kejar-kejaran.
Sekarang kaitkan dengan logika berbahasa. Mungkinkah tahanan mengejar polisi,
lalu polisi mengejar tahanan? Rasanya logika belum bisa menerima hal itu. Ini
karena logika menafsirkan, bila tahanan mengejar polisi, tentu kejadian itu
sangat diharapkan oleh polisi karena polisi tak perlu bersusah-payah menguras
tenaga mengejar tahanan. Ia hanya menunggu tahanan saja karena tahanan
mengejarnya. Jika begitu, yang diuntungkan adalah polisi, tetapi musibah bagi
tahanan karena ia ditangkap kembali dan dijebloskan ke penjara.
Ketika saya membaca substansi berita, tak ada satu pun
kalimat yang mengatakan tahan mengajar polisi, selain polisi yang mengejar
tahanan. Dengan demikian, tampak pada judul di atas, logika berpikir yang kacau
dan sudah seharusnya diperbaiki. Agar benar secara makna dan tentunya logika,
kalimat itu harus ditulis menjadi “Tahanan Dikejar oleh Polisi” atau “Polisi
Mengejar Tahanan”.
Mari berbahasa Indonesia yang baik dan benar![]
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!