ilustrasi:lintasgayo.co |
Bicara masalah bahasa Gayo, tentu saja tak akan pernah habis-habisnya. Banyak keunikan
bahasa ini yang masih belum ‘dijamah’ oleh para ahli dan peminat bahasa.
Kali ini penulis membahas selintes keunikan itu. Tentu saja yang penulis utarakan di sini merupakan hasil
penelitian.
Keunikan yang cukup kentara terlihat dalam bahasa Gayo
berkaitan dengan
sopan santun seperti yang dikenal dalam bahasa Jawa (dalam
bahasa Jawa ada istilah ngoko dan kromo).
Ada orang berpendapat, bahasa Gayo hampir tidak mengenal tingkatan pemakaian kata
seperti dalam bahasa Jawa. Armoza (1961:24) menyebutkan bahwa dalam bertutur
kata dengan orang yang dihormati, dengan orang yang sebaya atau setara, atau
yang lebih rendah statusnya, masyarakat Gayo lebih menekankan pada tekanan
suara yang lemah lembut atau tekanan biasa (Armoza, 1961:24).
Kepada pihak yang dianggap lebih tinggi akan digunakan kata
tertentu atau tekanan suara yang berbeda jika dibandingkan dengan orang setara
atau lebih rendah (Melalatoa, 1982:55). Tinggi rendah itu mungkin dilihat dari
segi usia atau berdasarkan tutur (sistem istilah kekerabatan) yang dianggap
lebih tinggi, misalnya, kepada siapa harus memanggil bapak, ibu, atau paman.
Istilah bapak atau ibu, selain berarti orang tua kandung
sendiri, juga berarti mertua atau saudara laki-laki ayah. Di antara kerabat
yang satu generasi lebih tua, ada juga kasus yang dapat dihadapi dengan tekanan
suara yang setara dengan ego, yaitu suami adik perempuan ayah (kil). Bahkan ada kerabat yang dua
tingkat lebih tinggi (kakek), tekanan suara tidak harus lemah lembut. Namun,
bagi orang yang berusia tua yang belum dikenal, tekanan suara harus lemah lembut.
Tuturan yang digunakan oleh pihak-pihak yang masih setara
untuk menyatakan ‘kamu’ adalah kata ko
sepanjang yang bersangkutan belum berumah tangga. Namun, jika pihak yang setara
ini telah berumah tangga, bentuk sapaan yang digunakan adalah kam. Adakalanya kata kam seakan merupakan bentuk jamak dari
kata ko. Kepada orang yang lebih
rendah statusnya akan dipanggil ko.
Akan tetapi, kalau seseorang sudah kawin sampai menjelang mempunyai anak, orang
tersebut biasanya disapa dengan aman
mayak untuk laki dan inen mayak
untuk perempuan.
Panggilan inen mayak
untuk perempuan lebih kurang hanya satu tahun. Selebihnya tidak lagi. Apabila
pengantin perempuan tadi sudah punya anak, panggilan inen mayak tidak digunakan lagi. Jika anaknya laki-laki, si
pengantin akan dipanggil inen win,
tetapi jika anaknya perempuan, si pengantin dipanggil inen ipak. []
*Maklumat: substansi berupa data kebahasaan, contoh kalimat, dan beberapa redaksi
kalimat dalam tulisan ini sepenuhnya dikutip dari sejumlah hasil penelitian,
baik berupa skripsi, tesis, maupun buku.
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!