2015-12-28

Khanduri dan Asal-Usulnya

Ilustrasi Khanduri/www.glory-travel.com
Aceh boleh dikatakan sebagai salah satu provinsi yang kaya akan beragam tradisi kenduri. Hampir setiap bulan, baik dalam hitungan hijriah maupun masehi, ada saja kenduri.

Seperti bulan ini, Rabiul Awal, di berbagai daerah di Aceh dilaksanakan kenduri maulid. Bukan hanya ketika Rabiul Awal, kenduri maulid juga berlangsung pada bulan Rabiul Akhir hingga Jumadil Awal. Boleh dikatakan bahwa kenduri maulid di Aceh dilaksanakan selama tiga bulan berturut-turut (dalam hitungan Hijriah).

Tak hanya itu, Aceh punya nama khusus untuk bulan maulid. Rabiul Awal dalam bahasa Aceh dikenal dengan buleun Moklet, Rabiul Akhir sebagai Adoe Moklet, dan Jumadilawal dikenal dengan nama Moklet Seuneulheuh.

Meski kenduri cukup populer di Aceh, tidak banyak yang tahu asal-usulnya.
Dalam bahasa Aceh kenduri berarti kanduri. Ada juga yang mengucapkan khanduri dan khauri. Variasi seperti ini dikenal dengan istilah dialek, yaitu variasi bahasa suatu kelompok masyarakat yang tinggal di daerah tertentu.

Perlu diketahui bahwa istilah khanduri bukan kosakata asli bahasa Aceh, tetapi dari Gujarat. Khanduri bermakna makanan dari Khandahar, yaitu sebuah daerah di Gujarat. Istilah yang semakna dengan itu telah ada dalam bahasa Aceh, yaitu meutandara ‘makan bersama sambil bersuka ria dan berebutan’.

Setelah istilah khanduri masuk ke Aceh, istilah meutandara hanya digunakan untuk binatang, misalnya beberapa ekor anjing sedang meutandara di pinggir sungai. Anjing-anjing itu sedang memakan bangkai sambil bersuka ria dan berebutan.

Tentunya istilah meutandara tidak cocok lagi digunakan untuk manusia yang beradab. Oleh karena itu, digunakanlah kata khanduri yang dibawakan oleh pedagang-pedagang Islam dari Gujarat yang masuk ke Aceh. Akhirnya, istilah khanduri pun menjadi populer hingga sekarang.

Karena perkembangannya, khanduri bukan lagi bermakna makanan atau masakan dari Khandahar karena tidak ada lagi orang Khandahar yang memasak di Aceh walaupun mungkin bumbu yang digunakan dalam masakan dan cara memasak masih mengikuti orang-orang Khandahar.

Bagi masyarakat Aceh dewasa ini, khanduri berarti makan bersama sambil menjalin silaturahmi. Hal itu dilakukan untuk berbagai tujuan seperti sebagai rasa syukur atas suatu rahmat atau nikmat yang diperolehnya.

Sebagai bagian dari kebudayaan, khanduri telah menyatu dalam setiap tindakan kehidupan masyarakat Aceh. Akibatnya, hampir dalam setiap aktivitas masyarakat, baik individu maupun kelompok diawali dan diakhiri dengan khanduri. Dalam setiap bentuk kesyukuran dilakukan khanduri, begitu pula dalam setiap kemalangan. Orang-orang kaya melakukan khanduri, demikian juga dengan orang miskin.

Bahkan diyakini oleh sebagian orang Aceh bahwa khanduri merupakan suatu keharusan, misalnya khanduri orang meninggal. Biasanya yang tidak melaksanakan khanduri dikucilkan oleh masyarakat.
Khanduri memang sudah sepatutnya dipertahankan dan dilestarikan sebab tetap konsisten pada makna dan tujuannya, yaitu menjalin silaturahmi dan rasa kebersamaan dalam mengimplementasikan kesyukuran kepada Allah swt., misalnya khanduri blang, khanduri laôt, khanduri glé, dan khanduri walimah.


Sesuai dengan namanya, Serambi Mekah, masyarakat Aceh senantiasa bersyukur atas segala yang mereka peroleh dalam kehidupannya. Karena itu, masyarakat Aceh zaman dulu setiap bulan melakukan khanduri bersama, tiada bulan tanpa khanduri. Khanduri yang dilakukan seperti bulan khanduri boh kayée, bulan khanduri ie bu, bulan khanduri apam, dan bermacam khanduri lainnya. []

Sumber: Buku Budaya Aceh, 2009, Pemerintah Aceh

No comments:

Post a Comment

Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!