Ilustrasi Khanduri/ |
Aceh boleh dikatakan sebagai salah satu provinsi yang kaya
akan beragam tradisi kenduri. Hampir setiap bulan, baik dalam hitungan hijriah
maupun masehi, ada saja kenduri.
Seperti bulan ini, Rabiul
Awal, di berbagai daerah di Aceh dilaksanakan kenduri maulid. Bukan hanya
ketika Rabiul Awal, kenduri maulid juga
berlangsung pada bulan Rabiul Akhir hingga
Jumadil Awal. Boleh dikatakan bahwa
kenduri maulid di Aceh dilaksanakan selama tiga bulan berturut-turut (dalam
hitungan Hijriah).
Tak hanya itu, Aceh punya nama khusus untuk bulan maulid. Rabiul Awal dalam bahasa Aceh dikenal
dengan buleun Moklet, Rabiul Akhir
sebagai Adoe Moklet, dan Jumadilawal
dikenal dengan nama Moklet Seuneulheuh.
Meski kenduri cukup
populer di Aceh, tidak banyak yang tahu asal-usulnya.
Dalam bahasa Aceh kenduri berarti kanduri. Ada juga yang mengucapkan khanduri dan khauri.
Variasi seperti ini dikenal dengan istilah dialek,
yaitu variasi bahasa suatu kelompok masyarakat yang tinggal di daerah tertentu.
Perlu diketahui bahwa istilah khanduri bukan kosakata asli bahasa Aceh, tetapi dari Gujarat. Khanduri bermakna makanan dari
Khandahar, yaitu sebuah daerah di Gujarat. Istilah yang semakna dengan itu
telah ada dalam bahasa Aceh, yaitu meutandara
‘makan bersama sambil bersuka ria dan berebutan’.
Setelah istilah khanduri
masuk ke Aceh, istilah meutandara
hanya digunakan untuk binatang, misalnya beberapa ekor anjing sedang meutandara di pinggir sungai.
Anjing-anjing itu sedang memakan bangkai sambil bersuka ria dan berebutan.
Tentunya istilah meutandara
tidak cocok lagi digunakan untuk manusia yang beradab. Oleh karena itu,
digunakanlah kata khanduri yang
dibawakan oleh pedagang-pedagang Islam dari Gujarat yang masuk ke Aceh.
Akhirnya, istilah khanduri pun
menjadi populer hingga sekarang.
Karena perkembangannya, khanduri
bukan lagi bermakna makanan atau masakan dari Khandahar karena tidak ada lagi
orang Khandahar yang memasak di Aceh walaupun mungkin bumbu yang digunakan
dalam masakan dan cara memasak masih mengikuti orang-orang Khandahar.
Bagi masyarakat Aceh dewasa ini, khanduri berarti makan bersama sambil menjalin silaturahmi. Hal itu
dilakukan untuk berbagai tujuan seperti sebagai rasa syukur atas suatu rahmat
atau nikmat yang diperolehnya.
Sebagai bagian dari kebudayaan, khanduri telah menyatu dalam setiap tindakan kehidupan masyarakat
Aceh. Akibatnya, hampir dalam setiap aktivitas masyarakat, baik individu maupun
kelompok diawali dan diakhiri dengan khanduri.
Dalam setiap bentuk kesyukuran dilakukan khanduri,
begitu pula dalam setiap kemalangan. Orang-orang kaya melakukan khanduri, demikian juga dengan orang
miskin.
Bahkan diyakini oleh sebagian orang Aceh bahwa khanduri merupakan suatu keharusan,
misalnya khanduri orang meninggal.
Biasanya yang tidak melaksanakan khanduri
dikucilkan oleh masyarakat.
Khanduri memang
sudah sepatutnya dipertahankan dan dilestarikan sebab tetap konsisten pada
makna dan tujuannya, yaitu menjalin silaturahmi dan rasa kebersamaan dalam
mengimplementasikan kesyukuran kepada Allah swt., misalnya khanduri blang, khanduri laôt, khanduri glé, dan khanduri walimah.
Sesuai dengan namanya, Serambi Mekah, masyarakat Aceh
senantiasa bersyukur atas segala yang mereka peroleh dalam kehidupannya. Karena
itu, masyarakat Aceh zaman dulu setiap bulan melakukan khanduri bersama, tiada bulan tanpa khanduri. Khanduri yang
dilakukan seperti bulan khanduri boh
kayée, bulan khanduri ie bu, bulan
khanduri apam, dan bermacam khanduri lainnya. []
Sumber: Buku Budaya Aceh, 2009, Pemerintah Aceh
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!