26 Desember 2004 menyisakan memori bagi orang Aceh. Hingga
kini peristiwa yang terjadi bertepatan dengan14 Zulkaidah 1425 Hijriah dalam
hitungan bulan Islam, masih belum lekang dikikis waktu.
Pada tanggal itulah sebagian Aceh diluluhlantak oleh gelombang besar. Banyak orang
meregang nyawa diamuk keganasan gelombang yang konon katanya memiliki kecepatan
500-1000 km/per jam, setara dengan kecepatan pesawat terbang.
Sejak saat itu di Aceh orang begitu akrab dengan kata ‘tsunami’.
Saking akrabnya, kata tersebut menjadi bagian dari kosakata bahasa Aceh.
Dikatakan demikian
karena sebenarnya tsunami bukanlah kata
asli bahasa Aceh, melainkan pinjaman dari bahasa Jepang.
Dalam bahasa asalnya, ‘tsunami’ sebenarnya terdiri dari dua
kata, yaitu tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan, sedangkan nami berarti gelombang atau ombak sehingga bermakna ombak besar di pelabuhan. Tak jauh berbeda dari bahasa asalnya,
kata tsunami yang dituturkan oleh orang Aceh juga
merujuk pada objek yang sama, yaitu
gelombang besar akibat gempa bumi
yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah
laut, atau hantaman meteor di laut.
Meski demikian, pelafalan kata tsunami dalam bahasa Aceh ada dua variasi. Pertama, huruf /s/ pada kata itu dilafalkan seperti huruf ث /ts/ dalam
bahasa Arab. Kedua, huruf /s/ dilafalkan seperti huruf /s/ dalam bahasa
Indonesia. Variasi pelafalan pertama umumnya digunakan oleh penutur bahasa Aceh wilayah barat-selatan,
sedangkan variasi kedua umumnya
digunakan oleh penutur wilayah timur.
Kendati kata tsunami
sering digunakan oleh orang Aceh, bukan berarti bahasa Aceh tak memiliki
kosakata sendiri yang sama arti dengan kata tersebut. Ie beuna adalah contoh kosakata bahasa Aceh yang juga bermakna
gelombang besar yang mahadahsyat. Kata ini penggunaannya juga sangat populer
dalam masyarakat. Seperti halnya dalam bahasa Jepang, ie beuna dalam bahasa Aceh juga terdiri dari dua kata, ie bermakna air dan beuna bermakna gelombang yang sangat besar, mahadahsyat.
Sebenarnya dalam bahasa Aceh, selain ie beuna, ada juga istilah lain, yaitu alôn buluek. Namun, istilah ini kalah populer penggunaannya
tinimbang ie beuna. Alôn buluek juga terdiri dari dua kata,
yaitu alôn berarti gelombang dan buluek berarti sangat besar,
mahadahsyat. Akan tetapi, tidak seperti ie
beuna, alôn pada alôn buleuk tampaknya bukan kosakata
asli bahasa Aceh, melainkan kata serapan dari bahasa Tagalog, Filipina. Dalam
bahasa tersebut, alôn juga bermakna
sama, yaitu gelombang.
Dengan demikian, selain kata sunami, bahasa Aceh memiliki ie
beuna dan alôn buleuk untuk
menyebutkan gelombang yang melumat Jepang pada 2011.[]
No comments:
Post a Comment
Komentarilah dengan Bijak dan Rekonstuktif. Terima Kasih atas Komentar Anda!